NUBANDUNG.ID -- Sebagai alumni program magister UIN Sunan Gunung Djati. Saya merasa bangga bahwa sebanyak 20 orang yang dikukuhkan menjadi Guru besar adalah sebagian dosen-dosen saya sekaligus guru saya dalam belajar metodologi penelitian.
Guru besar adalah jabatan akademik dalam sebuah perguruan tinggi. Dan itu memang capaian tertinggi. Tetapi perlu di ingat bahwa Guru besar itu tidak hanya dikukuhkan secara seremonial semata, melainkan ada tanggung jawab besar dalam pundaknya.
Sebuah ungkapan Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof Fathul Wahid P.hD bahwa guru besar sudah saatnya meneguhkan diri menjadi pemikir mandiri dengan referensi yang kaya dan tidak lagi terbawa arus narasi publik, apalagi di era pascakebenaran ketika opini sarat kepentingan lebih dikedepankan dibandingkan fakta.
Menjadi Guru besar bukan berarti selesai untuk belajar, melainkan harus semakin kuat referensi dan prespektif dalam membaca persoalan yang terjadi dalam masyarakat.
Dalam diri guru besar tidak hanya saja melekat gelar dan titel melainkan soal integritas dan moral yang harus tetap dipegang. Seorang guru besar bukan hanya soal mempublikasikan karya ilmiahnya tetapi harus menjadi cahaya dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Dalam Islam, ilmu pengetahuan sebagai kunci menuju kebahagian dunia dan akherat, karena itu menjadi guru besar harus menjadi contoh bagi generasi-generasi yang akan datang.
Seperti yang diungkapkan Mawardhi menekankan bahwa orang yang memiliki ilmu harus memiliki sifat rendah hati, menjauhi sifat sombong dan berikhtiar dengan baik. Guru besar atau profesor biasa disebut kalangan akademik mesti menjadi mata air bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan tidak hanya sebagai sumber ilmu pengetahuan tetapi menjadi inspirasi.
Teringat apa yang diungkapkan Ali Syariati bahwa intelektual yang tidak memiliki kesadaran sosial dan hanya fokus pada kepentingan pribadi, maka bagian dari intelektual yang terbelakang dan tidak mampu berkontribusi pada perubahan positif masyarakat. Semoga pengabdian dan dedikasi para guru besar UIN Bandung terus terawat dengan baik. Wallahu alam.
Muhammad Awod Faraz Bajri, Alumni UIN Bandung dan Dosen STAI Al-Muhajirin Purwakarta