NUBANDUNG.ID --Majelis Halal Bilhalal Idul Fitri merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan di Bulan Syawal. Dalam Islam, majelis ini tidak hanya dipandang sebagai aktivitas sosial-duniawi, tetapi juga sebagai ladang amal ukhrawi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan peringatan keras terhadap majelis yang tidak diisi dengan mengingat Allah (dzikir dan taklim), bahkan mengumpamakannya seperti bangkai keledai. Peringatan ini menunjukkan adanya urgensi nilai spiritual dalam kehidupan sosial, yang juga relevan dengan pandangan ilmu psikologi dan sosiologi modern.
Pada kajian ini akan disampaikan dampak sosial dari majelis yang berdzikir-taklim versus majelis yang kosong dari nilai spiritual.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah SAW bersabda,
مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُومُونَ مِنْ مَجْلِسٍ لَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلَّا قَامُوا عَنْ مِثْلِ جِيفَةِ حِمَارٍ، وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً
"Tidaklah ada suatu kaum yang bangkit dari suatu majelis, yang di dalamnya mereka tidak menyebut nama Allah, kecuali mereka bangkit seperti bangkit dari bangkai keledai, dan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka." (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh al-Albani)
Inspirasi hadis ini menunjukkan bahwa majelis yang tidak diisi dengan dzikir-taklim akan berujung pada penyesalan dan kehilangan keberkahan.
Majelis yang dipenuhi dzikir-taklim akan membawa rahmat, ketenangan, dan keberkahan. Sebaliknya, majelis yang hampa ayat-hadis disebut Rasulullah sebagai majelis “bangkai keledai”, karena tiada nilai di sisi Allah.
Dalam psikologi kontemporer, dzikir-taklim mirip dengan praktik mindfulness atau meditasi spiritual. Dzikir ini menurunkan hormon stres (kortisol) dan meningkatkan hormon bahagia (dopamin, serotonin). Majelis dengan dzikir dapat menciptakan rasa aman, empati, dan kesadaran kolektif.
Sebaliknya, majelis tanpa nilai spiritual cenderung menjadi ajang pelampiasan emosi negatif (ghibah, keluhan, konflik). Akibatnya memperparah rasa hampa eksistensial. Dampaknya mengurangi produktivitas psikis.
Émile Durkheim, agama dan ritual keagamaan menciptakan kohesi sosial. Dzikir dalam majelis menciptakan norma kolektif positif, seperti saling menghargai, menjaga lisan, dan solidaritas sosial. Majelis tanpa pembicaraan agama berpotensi memicu perilaku buruk seperti ghibah, hoaks, hedonisme verbal.
Setiap pertemuan sosial hendaknya tidak melupakan aspek spiritual, yakni mengingat Allah. Majelis religi bukan hanya berdampak pada nilai ukhrawi, tetapi juga berdampak langsung terhadap kesehatan mental dan kualitas interaksi sosial. Ada tertib mengawali dan mengakhiri dengan doa majelis. Majelis ilmu, kajian, dan pertemuan sosial lainnya menjadi ruang untuk nilai-nilai ilahiyah agar lebih berkah dan bermakna.
S. Miharja, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung.