NUBANDUNG.ID -- Menteri Agama Nasaruddin menghadiri Haul ke-15 Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Menag Nasaruddin bercerita bahwa perkembangan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia tidak terlepas dari peran dan kebijakan Gus Dur.
Proses Transformasi IAIN menjadi UIN berlangsung sejak tahun 2000 an. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) pertama yang berubah bentuk menjadi UIN adalah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Mei 2022, disusul IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dua tahun kemudian, Juni 2004.
“Saat saya menjadi Direktur Eksekutif perubahan IAIN menjadi UIN Jakarta, waktu itu saya menjabat sebagai Pembantu Rektor IV. Gus, tolong tanda tangani ini? Gak mungkin, ngapain. Jadi Gus Dur tidak setuju perubahan IAIN menjadi UIN. Sama dengan Nurcholish Madjid/Cak Nur, ngapaian, itu akan membuat habis Fakultas agamanya ditelan ilmu umum,” cerita Menag Nasaruddin Umar, di Jombang, Minggu, malam (22/12/2024).
“Saya menjawab. Islam itu Universal. Ketika Sekoah Tinggi itu seperti empang, ketika Institut seperti danau, kalau Univesitas itu seperti Samudra. Karena Islam itu Universal. Maka Universitas itu lah yang mewadahi Universal Islam,” kata Menag Nasaruddin.
Dengan analogi seperti ini, lanjut Menag Nasaruddin, maka Gus Dur pun menandatangani proposal perubahan IAIN menjadi UIN Jakarta. “Kalua tidak ada Gus Dur, maka tidak ada UIN. Beliaulah yang mempunyai tandatangan yang menjadikan UIN-UIN berkembang hingga sekarang. Seandainya tidak ada Gus Dur tidak ada UIN,” terang Menag Nasaruddin Umar.
Haul KH Abdurrahman Wahid dihadiri Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, dan keluarga besar almarhum. Sejumlah tokoh penting juga hadir, di antaranya, Kepala Badan Penyelenggara Haji, Gus Irfan, Pj Gubernur Jatim, Wakil Gubernur, Direktur Pesantren, Basnang Said, Karo Humas, dan Komunikasi Publik, Akhmad Fauzin, para alim ulama, para kyai, nyai, dan ribuan Masyarakat Indonesia. Kehadiran Menag Nasaruddin Umar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, sekaligus memberikan bantuan untuk Pesantren.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, KH Abdul Hakim Mahfudz menyampaikan terima kasih kepada seluruh yang hadir pada malam puncak haul Gus Dur ke 15.
“Malam ini kita semua dapat bermuwajahah, bersilaturahim atas wafatnya KH Abdurrahman Wahid, haul ke 15 pada malam hari ini. Banyak rangkaian acara di mulai dari 19, 20 (Desember), dan puncaknya pada hari ini. Di mulai dari khatmil Qur’an, pembacaan maulid, dan malam ini pengajian Akbar,” kata KH Abdul Hakim Mahfudz.
KH Abdul Hakim Mahfudz juga menyampaikan bahwa banyak yang bisa dikenang dari sosok Gus Dur. Banyak yang ditinggalkan, sekaligus banyak warisan, dan hampir semua orang sangat dekat dengan Gus Dur.
“Sejak muda Gus Dur sangat senang bercanda. Dulu setiap 1 Syawwal, di sini ada halal bi halal. Kami yang muda-muda ada di ruangan sebelah, biasanya di situ ada Gus Dur menjadikan kita ketawa. Suasana yang begitu serius menjadi cair,” kata KH Abdul Hakim Mahfudz.
KH Abdul Hakim Mahfudz menjelaskan bahwa banyak hal yang bisa dikenang terkait Gus Dur. Ada satu cerita dari Gus Sholah, ketika Gus Dur menyatakan bahwa hidup itu mudah, cari duit gak usah susah. Nah, suatu saat Gus Dur tidak punya duit. Maka, datanglah Gus Dur ke redaksi Tempo untuk mengetik sebentar, lalu minta mana duitnya. Begitu simpel hidup ini.
“Sangat sedikit di Indoensia ini yang mempunyai keahlian seperti Gus Dur. Literasinya, penyampaiannya baik, sangat sederhana dan mudah difahami dan menjadi solusi dari masalah. Maka mucullah istilah 'gitu aja kok repot', bagi seorang Gus Dur tidak ada yang sulit, selalu mudah dan ada Solusi,” tandas KH Abdul Hakim Mahfudz.