NUBANDUNG.ID -- Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa membuka secara resmi Seminar Hukumah Diniyah dan Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail yang berlangsung di Hotel Aryaduta, Bandung, sejak Minggu-Selasa (13-15/10/2024).
Seminar yang dilaksanakan berkat kerja sama, PBNU, DIKTIS (Direktorat Pendidikan Islam), UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat ini menghadirkan 130 peserta dari unsur PWNU, PCNU dan Pimpinan Pesantren Jawa Barat.
Kiai Zulfa menyampaikan bahwa dalam masyarakat yang majemuk, kiai-kiai NU mampu bersikap moderat yang berpikir tentang realitas. “Ulama-ulama dahulu itu punya kemampuan penguasaan pada kitab-kitab klasik sekaligus punya kemampuan membaca realitas (waqi’) dengan mencoba menggabungkan atau mengontekstualisasikan nash-nash yang ada di turats,” jelas Kiai Zulfa dalam keterangannya, Selasa (15/10/2024).
Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU 2010-2015 itu meyakini bahwa ulama-ulama NU merupakan orang-orang yang luar biasa dan memberikan contoh salah satu ulama yaitu Syekh Nawawi Al-Bantani. “Saya meyakini bahwa ulama NU itu luar biasa Dari mulai Syekh Nawawi Al-Bantani yang tidak hanya dalam bab fiqih penguasaan turatsnya termasuk dalam hal yang lain,” ungkapnya.
Ulama-ulama di masa lalu, khususnya di Indonesia, memiliki ilmu yang luas dan mampu mengontekstualisasi apa yang ada di dalam kitab dan masyarakat. “Hampir semua ulama pada masa lalu terutama di Indonesia atau di tanah Jawa rata-rata berpengetahuan luas, selain berpengetahuan luas mereka rata-rata punya kemampuan mengkontekstualisasi apa yang ada dalam kitab turats dengan apa yang ada di masyarakatnya,” tegasnya.
Kiai Zulfa menceritakan kesungguhan KH Sahal Mahfudh, Rais Aam PBNU yang dengan sabar mengkader anak-anak madrasah aliyah dalam ber-bahtsul masail. Kiai Sahal dengan sabar menunggu sambil duduk sampai bahtsul masail selesai.
Dengan harapan melalui sosialisasi yang dilakukan PBNU ini, kelak akan muncul banyak kader-kader muda yang ahli dalam bahtsul masail dari Jawa Barat. “Alhamdulillah saya lihat aktivis bahtsul masail-nya muda-muda. Itu berarti kita punya harapan ke depan, kader-kader bahtsul masail kita itu tumbuh dari Jawa Barat,” ungkapnya.
KH Anwar Musaddad
Dalam sambutannya, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof Rosihon Anwar menyampaikan tentang pentingnya harmonisasi budaya dan agama dalam menjalani kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Caranya dengan meneladani para Kiai, termasuk KH Anwar Musaddad, tokoh ulama karismatik Jawa Barat sekaligus pendiri IAIN Bandung.
Sebagai informasi komitmen KH Anwar Musaddad pada dunia pendidikan tidak terbantahkan. Upayanya membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan, harus diawali dari perbaikan mutu pendidikan. Dengan menjadi pelopor pendiri Universitas Islam Indonesia, IAIN, hingga lembaga pendidikan Musadaddiyah Garut.
Selama melanjutkan pendidikan di madrasah Al-Falah, Makkah, Arab Saudi mendapatkan gemblengan langsung para ulama besar Makkah di masanya, termasuk ulama dari Indonesia. Sebut saja Sayyid Alwi Al Maliki, Syeh Umar Hamdan, Sayyid Umar Kutubi, Syekh Janan Toyyib al Padangi yang berasal dari Padang, dan Syekh Abdul Muqoddasi yang berasal dari Solo.
Selain aktif di dunia pendidikan, peran lain yang tak kalah pentingnya yang dilakukan Anwar Musaddad adalah kiprahnya di organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama (NU). Tak pekak jabatan Rois Aam PBNU pun pernah disandangnya pada 1980 silam.
“Mohon izin tadi penyambutannya dengan tari rampak kendang. Selama ini biasanya disambut dengan rebana, kosidahan. Rampak kendang merupakan kesenian tradisional asal Provinsi Jawa Barat. Orang Sunda pasti paham, rampak itu kompak dan tari rampak kendang adalah simbol kebersahajaan sebagai representasi masyarakat Sunda yang harmonis menjaga kebersamaan dan tali persaudaraan. Untuk itu, keharmonisan dalam budaya yang ingin kita tampilkan melalui tari rampak kendang. Selamat datang kepada para Kiai di Bandung,” tegasnya.
Rektor berharap dengan adanya Seminar ini menjadi tonggak untuk melanjutkan tradisi dan perjuangan para Kiai dalam mensyiarkan Islam, menegakan kebenaran dan keadilan. “Awalnya saya berpikir untuk membuka atau pembukaan ini dilaksanakan di kampus supaya semakin berkah kedatangan para Kiai ini, walaupun saya jadi bagian dari pengurus di PW NU Jabar. Alhamdulillah sampai hari ini UIN Bandung berkat doa dari para Kiai dan sesepuh di Jawa Barat, hari ini terus menapaki jejak para ulama. UIN Bandung itu didirikan oleh Kiai besar KH Anwar Musaddad, beliau adalah tokoh Jawa Barat, kakeknya Bapak Sekjen dan kita akan terus berusaha untuk melanjutkan tradisi-tradisi Kiai dan alhamdulillah hari ini UN Bandung dalam beberapa perankingan tetap berada di urutan nomor satu,” jelasnya.
Rujukan yang Menentramkan
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, H. Ajam Mustajam menuturkan setiap menjelang bulan Ramadhan, kita senantiasa disuguhi fenomena perbedaan pendapat, misalkan terkait penetapan awal puasa. Ironisnya, perbedaan ini tidak jarang menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat berupa saling ejek dan saling klaim bahwa kelompoknya benar, sedangkan kelompok lain salah.
“Bulan yang seharusnya dijadikan sebagai momen peningkatan ibadah dan amal saleh justru malah dinodai oleh saling cemooh antar kelompok”, kata Ajam.
Ajam sangat mengapresiasi atas penyelenggaraan kegiatan ini. Menurutnya, hal ini sangat penting dan bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Ia berharap momentum ini dapat menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai pedoman resmi dari kalangan Ulama Nahdhatul Ulama (NU) dan dari kalangan akademisi yang bisa menjadikan rujukan menentramkan umat di tengah perbedaan yang terjadi serta memberikan penguatan dan informasi terkait hukumah diniyah dan sistem istinbaht hukum islam dan bahtsul masail metode penetapan bulan hijriyah.
Kedepan seminar dilaksanakan tidak hanya untuk kalangan NU dan Pondok Pesantren saja, tetapi untuk kalangan masyarakat umum, agar umat Islam terutama di Jawa Barat, dapat menambah wawasan dan mengetahui bagaimana cara penentuan awal bulan hijriyah dan lainnya sehingga konflik perbedaan pendapat dapat diminimalisir, jelasnya.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama tetap terus berupaya untuk memberikan kepastian kepada ummat dan sedapat mungkin mengupayakan terjalinnya persatuan dengan pemahaman bersama akan sumber perbedaan yang harus diselesaikan.
“Dengan sikap ihtiyat (kehati-hatian), inilah kemudian memaksa kita atas nama pemerintah untuk memutuskan kapan harus berpuasa dan kapan harus mengaakhirinya”, imbuh Kakanwil.
Adapun Materi Bahtsul Masail Metode Penetapan Awal Bulan Hijriyah tersebut diawali dengan keynote speaker dan pembukaan oleh Wakil Ketua Umum PBNU, Dr. (Hc) KH. Zulfa Mustofa, dilanjutkan dengan seminar I, Sistem Istinbath Hukum Islam dengan narasumber, Dr. KH. Muqisth Ghazali, MA (Katib PBNU) dan Prof. Nurohman (UIN SGD Bandung).
Seminar II; Fikih Pesantren dengan narasumber, Wasekjen PBNU Bid. Keagamaan, KH. Khodir Arif (Ketua RMI PBNU), KH. Ahmad Zayadi (Sekretaris LTM PBNU), dan Hj. Ala’i Najib (Sekretaris LBM PBNU).
Selanjutnya Sidang Bahtsul Masail Diniyah Metode Penetapan Awal Bulan Hijriyah dipimpin, KH. Najib Bukhori, MA (LBM PBNU) dengan Pendamping, Hendro Setyanto (LF PBNU).
Adapun agenda di hari terakhir yang merupakan seminar III, dibahas mengenai Hukumah Diniyah disampaikan, Dr. KH. Ulil Bashar Abdallah (Ketua PBNU) dan Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag. (Rektor UIN SGD Bandung).
Hadir di acara pembukaan, Wasekjend. PBNU, KH. M. Silahuddin, M.H,. Wasekjend. PBNU, Ai Rahmawati, Ketua PWNU Jawa barat, KH. Juhadi Muhammad dan Para Ketua PCNU Kab./Kota se-Jawa Barat.