NUBANDUNG.ID -- Segala puji hanya bagi Allah, yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat kepada kita. Rahmat dan nikmat-Nya ini harus senantiasa disyukuri dengan berusaha melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah telah menganugerahkan kepada kita kemerdekaan di negara Indonesia ini dengan perantara perjuangan gigih para pahlawan yang berani melawan penjajah. Kemerdekaan yang hari ini kita rasakan sejatinya telah memberikan kepada kita kesempatan untuk hidup dalam keadaan aman. Sehingga dengan keamanan itu kita bisa menjalankan ibadah kepada Allah dengan rasa nyaman.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad, manusia terbaik, penutup para Nabi, dan Rasul kita semua. Nabi yang rela mengorbankan harta, darah, dan nyawa demi tegaknya agama Islam di bumi ini. Khatib juga berdoa kepada Allah agar senantiasa melimpahkan rahmat kepada keluarga beliau, sahabat, serta orang-orang yang tetap mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman. Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang senantiasa mengikuti ajaran beliau. Dalam kesempatan ini, khatib juga menyampaikan pesan khusus kepada diri pribadi dan jamaah secara umum untuk senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas ketakwaan kepada Allah SWT.
Negara Indonesia telah merdeka selama 79 tahun. Ini adalah sebuah nikmat yang patut disyukuri bersama. Kemerdekaan yang kita rasakan saat ini bukanlah hasil yang tercapai begitu saja. Terdapat banyak perjuangan dan pengorbanan dari para pahlawan yang rela mengorbankan nyawa dan harta benda demi membebaskan Indonesia dari penjajahan. Sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan terhadap jasa para pahlawan, kita dapat mengenang sejarah perjuangan serta kesulitan yang mereka hadapi dalam berjuang untuk memerdekakan negara ini. Selain itu, kita juga berupaya untuk mengambil teladan dari perjuangan mereka. Maka pada kesempatan berbahagia ini, mari sejenak kita cermati 3 teladan dari para pejuang kita.
Teladan yang Pertama: Membebaskan Diri dari Belenggu Hawa Nafsu; Para pahlawan kita telah berjuang dengan gigih agar umat Muslim di Indonesia dapat menjalankan ibadah kepada Allah dengan aman dan nyaman, tanpa terganggu oleh pihak penjajah. Namun, jika kita terus-menerus mengikuti hawa nafsu dan berperilaku semaunya, hal ini dapat menjauhkan kita dari Allah dan membuat kita enggan untuk menjalankan ibadah. Tindakan ini bisa menjadi salah satu bentuk kurangnya penghargaan terhadap perjuangan para pahlawan. Jika setelah meraih kemerdekaan kita masih terbelenggu oleh hawa nafsu, dapat diibaratkan bahwa kita keluar dari satu masalah namun masuk ke dalam masalah yang lain.
Kita memang terbebas dari penjajahan fisik, namun bisa saja terjebak dalam penjajahan jiwa. Allah SWT, telah berfirman;
وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf [12]:53).
Allah mengingatkan bahwa nafsu hakikatnya akan senantiasa mendorong manusia ke arah perilaku buruk dan melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan-Nya. Salah satu perjuangan yang paling berat bagi seseorang adalah melawan hawa nafsunya, bahkan Rasulullah SAW. pun menyatakan bahwa jihad yang paling berat adalah jihad melawan hawa nafsu.
Amalan yang Kedua: Bergantung Hanya Kepada Allah; Hakikat kemerdekaan tidak hanya terwujud dengan bebas dari penjajahan fisik, tetapi yang sebenarnya adalah pembebasan dari ketergantungan terhadap selain Allah SWT. Jika kita merasa telah meraih kemerdekaan, namun masih sering bergantung pada makhluk yang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan manfaat atau bahaya, maka sesungguhnya kita masih jauh dari makna sejati kemerdekaan. Barangsiapa yang masih bersandar pada hal-hal selain Allah SWT, mengharapkan pada yang lain selain Allah, dan mencari perlindungan pada yang bukan Allah, maka ia sebenarnya sedang terjajah oleh dosa syirik.
Padahal syirik adalah dosa besar yang dapat menyebabkan pelakunya terjerat dalam api neraka selamanya. Tawakal atau kepercayaan sepenuhnya kepada Allah adalah nilai perjuangan yang seharusnya kita contoh dari para pejuang.
Pahlawan-pahlawan masa lalu tidak menaruh harapan kemenangan pada penjajah atau pada kekuatan manusia semata. Mereka menaruh harapan sepenuhnya kepada Allah SWT. setelah berusaha dengan sangat maksimal. Dalam segala hal yang diinginkan, kita haruslah memohon pertolongan dari Allah SWT, sebagai langkah pertama. Janganlah bergantung pada sesuatu selain Allah SWT, karena hal itu bisa berakhir dengan penyesalan dan kekecewaan. Allah SWT., berfirman;
إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ ۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
Artinya: “Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak akan mendengar seruanmu, dan jika mereka mendengar, mereka tidak akan memenuhi permintaanmu. Pada hari kiamat, mereka akan mengingkari kemusyirikanmu, dan tidak ada yang bisa memberi penjelasan sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Fatir [35]: 14).
Allah SWT, adalah satu-satunya tempat kita untuk bergantung dalam segala masalah dan kebutuhan. Tidak ada tempat untuk bergantung selain Allah SWT.
Amalan yang Ketiga: Menjunjung Persatuan dan Saling Menghormati; Para pahlawan di masa lalu bersatu tanpa membedakan sesama dalam melawan penjajah. Mereka sangat memahami bahwa sebanyak apapun jumlah rakyat Indonesia, mereka tidak akan mampu mengalahkan penjajah selama masih terpecah belah. Persatuan adalah syarat mutlak untuk meraih kemenangan, sebuah nilai yang terpatri dalam lembaran sejarah umat-umat sebelumnya, bahwa kemenangan tidak mungkin tercapai melalui perpecahan.
Mari kita kembangkan rasa saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Kita harus menghindari membedakan sikap terhadap orang berdasarkan suku, bangsa, atau kondisi ekonomi. Di negara yang menganut nilai kebinekaan seperti Indonesia, perilaku rasial tidak sesuai untuk diterapkan. Allah menciptakan kita sebagai makhluk bersuku dan berbangsa agar kita dapat saling mengenal dan berlomba-lomba menjadi lebih bertakwa di hadapan-Nya. Allah SWT, berfirman;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
Dengan saling mengenal dan menghormati perbedaan satu sama lain, hati kita akan menjadi luas dan tenang, tidak terusik oleh berbagai masalah yang muncul akibat kurangnya sikap menghargai perbedaan.
Demikianlah tiga teladan yang bisa kita petik dari jasa para pahlawan, semoga kita semua mampu merenungi dan mempraktikkannya dalam kehidupan ini.
A. Rusdiana, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung