Sri Maryanti, dosen program studi Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
NUBANDUNG.ID -- Konten digital yang sudah merambah pada usia anak, remaja maupun dewasa telah merevolusi cara kita belajar dan mengkonsumsi informasi terlebih pasca wabah corona di masa pandemi. Hal ini dibuktikan dengan adanya 1. akses informasi yang mudah dan cepat, dulu untuk mencari refernsi suatu konsep atau pengetahuan dengan topik tertentu kita harus mencari buku di perpustakaan atau bertanya langsung kepada pakar.
Kini, dengan internet informasi melalui mesin pencarian seperti google, AI, menonton video edukasi di youtube, atau membacar artikel maupun jurnal di web mampu memberikan informasi yang ingin kita cari. 2. Konten digital memungkinkan pembelajaran yang lebih mandiri maupun interaktif. 3. Konten digital dapat di akses kapan saja dan di mana saja. 4. Konten digital memungkinkan untuk terhubung dengan orang yang memiliki minat yang sama.
Konten digital memiliki kelemahan seperti bersifat adiktif, jadi gunakan dengan hati-hati dan batasi waktu yang dihabiskan di layer serta disesuaikan dengan usia untuk screentime. Konten digital dapat menyebabkan pelecehan online, jadi penting untuk berhati-hati saat menggunakan media sosial dan internet dan melaporkan pelecehan dan cyberbullying online kepada pihak berwenang. Dengan memanfaatkan konten digital dalam pembelajaran maka menimbulkan keterampilan yang harusnya baik untuk literasi digital.
Literasi digital, menurut Martin (2005), adalah cara seseorang melihat, memahami, dan memanfaatkan alat dan fasilitas digital dengan benar untuk mengakses, mengidentifikasi, mengintegrasikan, mengelola, menganalisis, mengevaluasi, dan mensintesis sumber daya digital, membangun pengetahuan baru, membuat ekspresi media, dan berkomunikasi dengan orang lain.
Pandemi Covid-19 merupakan gerbang loncatan teknologi khususnya di Indonesia sehingga literasi digital sangat penting diaplikasikan di dunia Pendidikan. Pembatasan Covid-19 sangat berpengaruh pada dunia pendidikan meskipun memang untuk Negara maju teknologi sudah sangat berkembang sebelum adanya pandemi. Menurut Dhawan (2020), pendekatan pedagogis fisik sepenuhnya beralih ke pengajaran dan pembelajaran melalui internet.
Di tengah pandemi Covid-19 yang berlangsung dari akhir tahun 2019 hingga pertengahan tahun 2022, pendidikan memasuki era new normal dengan menggunakan pendekatan blended learning, yang menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online. Media elektronik dapat digunakan salah satunya melalui pembelajaran berbasis web.
Fakta menyebutkan bahwa sejumlah penelitian telah menyelidiki kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan baru selama pandemi, salah satu masalah utama yang belum diselesaikan adalah peran guru sebagai pencipta konten (content creator) di platform online.
Menurut Tomlinson (2001), desain materi melibatkan pembuatan, penilaian, dan penyesuaian materi pengajaran bahasa oleh pendidik untuk kelas mereka sendiri dan oleh pembuat materi/ konten untuk dikomersialkan. Serangkaian studi ilmiah tentang pengetahuan subjek guru dan jenis pengetahuan yang diperlukan untuk instruksi yang efektif dihasilkan dari penciptaan istilah "pengetahuan konten pedagogis" oleh Shulman (1986).
Pengetahuan konten, atau pengetahuan "mendalam" tentang subjek itu sendiri, dan pengetahuan pengembangan kurikulum adalah dua jenis pengetahuan yang harus dimiliki guru. Pengetahuan konten berkaitan dengan proses pengajaran sangat penting karena mencakup cara terbaik untuk menyajikan dan mengkomunikasikan konten serta bagaimana siswa mempelajari konsep dan tema spesifik dari suatu subjek.
Menurut penelitian Ramakarsinin et al (2022) 120 konten yang dibuat selama pandemi dikumpulkan dan difortofoliokan untuk mendukung pemahaman konten yang dibuat selama pandemi. Ini dilakukan dengan menggunakan pengetahuan konten pedagogis Shulman (1986) sebagai dasar. Penyebaran konten yang dibuat disusun dalam dua kategori utama: konten digital dan non-digital.
Konten digital berupa video (youtube, vimos, mp4), Kahoot, quiziz, liveWorksheets, wordwall, google form, booklet, powerpoint, padlet, storyboard, games sedangkan non digital berupa modul dan worksheet. Sebelum menjadi guru maka calon guru biologi harus mampu berperan sebagai konten creator yang akan memfasilitasi kebutuhan belajar siswanya.
Gambar 1. Salah satu digital konten yang telah di buat dengan Alamat platform kumatalibi.com
Adapun tips untuk ngonten asyik yuks ngulik konten digital bagi guru:
1. Gunakan alat dan teknologi yang tepat: Menggunakan berbagai alat dan teknologi untuk membuat konten digital Anda lebih menarik dan efektif.
2. Mencari aplikasi yang tepat disesuaikan dengan konsep yang akan dijadikan konten digital untuk pembelajaran.
3. Tetap up-to-date: Gaya hidup dan teknologi digital terus berubah. Untuk memastikan bahwa konten yang telah dibuat tetap menarik dan relevan bagi siswa,
4. Berkolaborasi: Bekerja sama dengan guru atau rekan sejawat, pakar, dan siswa untuk membuat konten yang lebih kaya dan menarik.
5. Kreatif dalam Ngulik: Jangan ragu untuk bereksperimen dengan berbagai gaya dan ciri khas atau karakter masing masing guru sebagai pembuat konten dengan format konten yang disiapkan terlebih dahulu. Melibatkan siswa dalam pembelajaran dan menemukan cara inovatif untuk menyampaikan informasi. Membuat konten digital yang efektif dan menarik membutuhkan banyak waktu dan upaya. Ga Gulik Ga Asyik,,yuks bikin konten Menarik.
Referensi :
Martin, A. (2005) ‘DigEuLit – a European framework for digital literacy: A progress report.’ JeLit, Journal of eLiteracy, 2(2), 130 – 136
Tomlinson, B. (2001). Materials Development: Teaching English to Speakers of Other Languages.
Ramakarsinin, G. G., Sathasivam, K., Ling, L. W., Elias, Y. B. R. N. A., Benjamin, S. S., & Jeyaraja, M. M. (2022). An Investigation on Teachers As Content Creators During The Pandemic. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 12(10), 421-440.
Shulman, L. S. (1986). Those who understand: Knowledge growth in teaching. Educational researcher, 15(2), 4-14.