NUBANDUNG.ID- Fatayat Nahdlatul Ulama Jawa Barat, dalam kerja sama dengan INFID (International NGO Forum on Indonesian Development), telah sukses menyelenggarakan kegiatan diseminasi Skill Mediasi untuk Mengatasi Konflik Keagamaan di Jawa Barat.
Acara ini merupakan inti dari Diskusi Pengenalan Islam Damai dalam Forum Kajian Keagamaan Acara ini diselenggarakan di Aula PWNU Jawa Barat, Jl. Terusan Galunggung No. 9 Lingkar Selatan Kec. Lengkong Kota Bandung, Selasa, (14/11/2023), pukul 09.00 hingga 15.00.
Kegiatan ini dihadiri 60 orang peserta yang diantaranya, perwakilan Fatayat NU dari 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat, lembaga lintas iman, NGO, serta rekan-rekan media, dengan total jumlah lembaga terundang sebanyak 27 lembaga.
Fasilitator yang berkontribusi dalam forum ini adalah Neng Hannah, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung; Hanipah Apriliani dari Fatayat NU Jabar; dan Yeni Ernita Kusuma Wardani dari SEKODI Bandung. Ketiganya merupakan mediator terlatih yang telah mengikuti Fellowship Lokalatih Mediasi Konflik Keagamaan oleh PUSAD Paramadina.
“Kami percaya bahwa dengan memetakan secara bersama konflik keagamaan yang terjadi kita bisa lebih mudah mencarikan upaya dalam penyelesaiannya, selain dari itu kami juga yakin bahwa pendidikan dan mediasi adalah kunci dalam menangani konflik keagamaan," tegas Hannah dalam keterangannya, Rabu (15/11/2023).
Dengan pemetaan konflik yang dilakukan melalui FGD dan simulasi mediasi, "kami berharap dapat mengidentifikasi konflik keagamaan serta mendorong penggunaan cara penyelesaian konflik dengan pendekatan kepentingan (memutuskan bersama berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masing-masing pihak) melalui jalan mediasi sebagai langkah efektif dalam penyelesaian konflik di Jawa Barat,” jelasnya.
Hanipah menjelaskan dengan merujuk pada data Setara Institute tahun 2019, Jawa Barat memiliki banyak kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berekspresi. 'Ini menunjukkan pentingnya upaya Fatayat NU dalam mencari solusi yang berkelanjutan melalui pendekatan mediasi. Pendekatan mediasi yang berbasis kepentingan akan memutuskan Bersama berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masing masing pihak sehingga semua pihak bisa menang," tandasnya.
Berbeda dengan pendekatan penyelesaian konflik dengan berbasis Kekuatan juga pendekatan yang berbasis Hak. Kedua pendekatan ini bisa menjadikan para pihak yang berkonflik ada dalam posisi yang kalah-menang, juga benar-salah sehingga permasalahan semakin pelik. "Ini bisa jadi melahirkan kebijakan diskriminatif yang tidak hanya melanggar hak asasi manusia namun juga berpotensi merugikan kelompok minoritas dan merusak kerukunan nasional," paparnya.
Fatayat NU Jawa Barat terus berkomitmen untuk bisa menjadi subjek perdamaian dengan memperkuat kapasitas anggota juga mitra yang berkolaborasi. "Semuanya ini dalam upaya penyelesaian konflik dan mengadvokasi kebijakan yang lebih inklusif dan menghormati keberagaman agama serta budaya di Indonesia," pungkasnya.