NUBANDUNG.ID - Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) bernama Ela Lestari warga Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat yang bekerja di Riyadh, Arab Saudi sejak Oktober 2022 dikabarkan kerap mendapatkan penyiksaan dan tidak menerima upah dari sang majikan.
Merespon hal itu, Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, Enjang Tedi pada Sabtu (13/5) kemarin turun langsung mendatangi keluarga Ela untuk mendapatkan informasi lebih dalam. Ela diduga berangkat ke Riyadh melalui jalur yang terindikasi sebagai penyalur PMI Ilegal.
Enjang Tedi kemudian berkoordinasi dengan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) untuk melacak keberadaan Ela di Riyadh serta ke Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) guna mengadvokasi Ela agar bisa kembali berkumpul bersama keluarganya di Garut.
"Sebagaimana hasil koordinasi oleh tim saya di Jakarta dengan BP2MI, saya pun sudah sarankan agar pihak keluarga melapor dulu ke kepolisian, setelah itu akan kami kawal untuk melapor juga ke BP2MI agar mendapatkan advokasi, nanti akan ada lawyer BP2MI yang juga mengadvokasi," ujar Enjang Tedi, Senin (15/5/2023).
"Bahkan hari Sabtu itu juga saya langsung komunikasi dengan PPLN Saudi untuk cari info ada tidak nama Ela terdaftar pemilih karena proses pemilu 2024 sudah dimulai ya sehingga seharusnya nama Ela bisa dilacak di Saudi, ternyata info yang saya dapat Ela tidak terdaftar di PPLN Saudi," sambungnya.
Enjang menuturkan, Ela Lestari merupakan seorang ibu dengan anak kembar usia 3 tahun yang saat ini dirawat oleh keluarga dan kolega Ela di Garut. Ela merupakan seorang janda yang ditinggal cerai oleh suaminya. Ela diketahui sudah berada di Saudi setelah pergi meninggalkan rumah tanpa mengabari orang tua dan saudaranya terlebih dahulu.
"Ya jadi memang dari cerita keluarga nampaknya Ela ini ditawari pihak tertentu lah untuk pergi ke Saudi. katanya awalnya bekerja di Bandung, tapi ternyata sudah ada di Saudi. dua bulan ini Ela katanya sulit dihubungi, Hp nya disita majikan dan sudah enggak dapat gaji juga," jelasnya.
Menurut informasi yang dihimpun, Ela tidak diizinkan pulang ke Indonesia sebelum pihak keluarga mentransfer uang senilai Rp80 juta ke si Majikan.
"Iya begitu, info masuk ke saya bahwa keluarganya sudah siap melapor kepolisian, nah setelah lapor polisi baru kemudian lapor ke BP2MI. Dari pihak BP2MI pun sudah menyatakan kesiapan mengawal kasus ini sampai tuntas," ungkapnya.
"Saya juga akan melaporkan dan berkoordinasi dengan Kejagung agar bisa menelisik lebih jauh dan lebih dalam terkait maraknya pengiriman PMI melalui jalur-jalur ilegal yang mungkin diduga melibatkan oknum-oknum di lembaga yang berkaitan dengan pengiriman PMI," lanjutnya.
Wakil Ketua DPW PAN Jabar itu pun meminta kepada para Kepala Desa di Garut agar mengimbau warganya untuk lebih hati-hati memilih penyalur PMI sehingga bisa dipastikan bahwa warga yang akan bekerja di luar negeri telah menempuh jalur resmi.
Enjang Tedi juga menyampaikan bahwa perlu koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) untuk memperoleh data PMI asal Garut sehingga bisa dipastikan jalur yang ditempuh warga itu resmi atau tidak.
"Ini tentu juga jadi perhatian bagi kita semua, terutama para Kepala Desa sebagai pamong yang pertama kali bersentuhan dengan masyarakat agar memastikan warganya menempuh jalur resmi atau tidak, Perusahaan penyalurnya resmi atau tidak," jelasnya.
Terkait maraknya PMI yang menjadi korban perusahaan penyalur yang tidak resmi, Enjang Tedi mendorong kepolisian untuk bertindak tegas terhadap pelaku jual beli orang atau human trafficking itu.
"Melihat kejadian Ela ini saya kira sudah masuk ranah jual beli orang ya, artinya si majikan dan makelar PMI itu tidak mau rugi atau mau ambil untung dari praktik penyaluran tenaga kerja ilegal ini. Ini harus terus diberantas sampai dapat itu bandarnya siapa," tegasnya.