NUBANDUNG.ID - Ciri dari negara demokrasi yakni adanya Pemilihan umum (Pemilu). Pemilu merupakan sarana demokrasi yang bertujuan untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat. Dalam sistem demokrasi, kedaulatan tertinggi dalam sebuah negara berada di tangan rakyat.
Pada negara demokrasi, seperti Indonesia, Pemilu menjadi wujud nyata partisipasi politik rakyat dalam pemerintahan. Selain itu, proses peralihan kekuasaan maupun sebuah proses perebutan kekuasaan yang konstitusional harus melalui pelaksanaan Pemilu itu sendiri.
Namun sejarah pemilu Indonesia dari masa ke masa tidaklah sama. Ada perbedaan Pemilu di masa Orde Baru dan Reformasi. Pada masa orde baru, presiden dan wakil presiden dipilih oleh majelis permusyawaratan rakyat (MPR).
Sementara pada masa reformasi, dipilih secara langsung oleh rakyat. Memang benar bahwa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan indikator paling akurat untuk mengukur derajat demokratisasi sebuah bangsa, dimana rakyat dapat berpartisipasi dalam memilih secara langsung dan menjadi penentu Presiden dan Wakil Presiden.
Suara rakyat seperti suara Tuhan yang bisa memberikan Kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tentu tiada yang lebih menggelisahkan, menegangkan sekaligus memprihatinkan dalam proses politik yang bernama Pemilu adalah pemilihan Presiden dengan pasangannya Wakil Presiden.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di tahun 2019 jadi pemilu yang menegangkan dan memprihatinkan. Tegang karena di saat itu rakyat terpecah belah jadi dua kubu antara kubu Paslon 01 Jokowi-Ma'ruf Amin dan Paslon 02 Prabowo-Sandiaga.
Tetangga satu sama lainya di komplek perumahan tak saling tegur sapa gara-gara beda pilihan. Pertemanan putus, bahkan ada pula pasangan suami-istri jadi pisah kamar gara-gara si suami dukung 01 sedangkan istrnya pengagum 02.
Di beberapa daerah diberitakan hampir terjadi keributan diantara dua pendukung. Hoaks, SARA dan hate speec di media sosial tak bisa dihindari pun terjadi bahkan sampai hari ini masih ada sisa terasa.
Pilpres 2024 masih lama. Belum pula ada calon presiden yang sah sebab waktu pendaftaran pun belum dibuka, namun suhu politik sudah mulai memanas.
Di sebuah group WhatsApp (WA) sudah mulai saling menghujat, mencela antara satu sama lainnya, hanya gara -gara beda tokoh yang digadang-gadang akan jadi calon presiden. Sungguh cukup miris.
Miris sebab Pemilu telah menyeret rakyat pada keterbelahan dan bahaya perpecahan. Tentu kita berharap rakyat semakin cerdas dan menggunakan akal waras menyikapi Pilpres 2024.
Hingga kalau pun mendukung salah satu calon tak perlu saling menghujat, biasa-biasa sajalah, toh kalah dan menang pada akhirnya yang kalah jadi menteri yang menang.***
* Pemerhati Sosial, Penceramah dan Advokat