NUBANDUNG.ID – Tembang Sunda Cianjuran terlahir di Pendopo Kabupaten Cianjur atas pelopor dari Raden Aria Adipati Kusumahningrat (R.A.A. Kusumahningrat), Bupati Cianjur kala itu.
R.A.A Kusumahningrat adalah Bupati Cianjur ke VIII dengan masa jabatan sejak tahun 1834-1864 (Sukanda dkk, 2016: 22). Beliau dikenal pula dengan julukan Kanjeng Dalem Pancaniti.
Karena sering kali berada di sebuah ruangan bernama Pancaniti, entah untuk beristirahat, bersemedi, berkarya dan berkreasi bersama seniman-seniman sekitar.
Dari ruangan Pancaniti itulah, Dalem Pancaniti berhasil menciptakan sebuah seni adiluhung yang sekarang dikenal dengan istilah Cianjuran.
Dalam Tembang Sunda Cianjuran, terdapat 6 wanda/kelompok lagu yang masing-masing terpengaruh oleh beberapa kesenian yang sudah ada sebelumnya, yaitu:
1. Papantunan
Wanda ini dipengaruhi oleh kesenian pantun; berlaras pelog degung dengan nada dominan yang berada di nada 2 (mi) dan 5 (la).
2. Jejemplangan
Jenis kelompok ini dipengaruhi oleh kesenian pantun; berlaras pelog degung dengan nada dominan yang berada di nada 1 (da) dan 4 (ti), dikenal juga dengan istilah Pantun Barang.
3. Dedegungan
Dipengatuhi oleh kesenian degung; berlaraskan pelog degung dengan nada dominan yang berada di nada 2 (mi), 3 (na) dan 5 (la); biasanya bermain di nada-nada tinggi.
4. Rarancagan
Dipengaruhi oleh wawacan/tembang rancag; kebanyakan lagunya berpola Pupuh Kinanti, Sinom, Asmarandana, Dangdanggula (KSAD); berlaraskan pelog degung, sorog, salendro, mandalungan dan wisaya.
Wanda ini merupakan wanda yang memiliki lagu paling banyak dibandingkan dengan wanda yang lain.
5. Kakawén
Dipengaruhi oleh kesenian wayang golek purwa; berlaraskan pelog degung, sorog dan salendro; ciri khasnya adalah penggunaan bahasa Kawi dalam syairnya.
6. Panambih
Wanda terakhir ini dipengaruhi oleh kawih dan kepesindenan; berlaraskan pelog degung, sorog, salendro, mandalungan dan wisaya; biasanya dibawakan setelah lagu pokok sebagai pelengkap sajian.
Dari keenam wanda yang telah disebutkan di atas, lima di antaranya bersifat sekar irama merdika atau bebas ketukan/free metrum. Kelima wanda tersebut adalah papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan dan kakawén. Sedangkan wanda panambih bersifat sekar tandak atau terikat ketukan.
Pada masa awal penciptaannya, kesenian ini dibawakan secara ditambul (solo vokal) tanpa iringan alat musik apa pun. Namun seiring berjalannya waktu Tembang Sunda Cianjuran mengalami banyak perkembangan dengan penambahan beberapa instrumen pengiring, yaitu: kacapi indung, suling, kacapi rincik, kacapi kenit, rebab dan juga biola. ***
(Mayang A. Nurzaini)