Jarak antara Kelurahan Dago ke Curug Dago sekitar 2 km, di sebelah utara. Sumber: Tangkapan layar dari Google.co.id/maps. |
Oleh: ATEP KURNIA, Peminat literasi dan budaya Sunda
NUBANDUNG.ID - Kelurahan Dago, di Kecamatan Coblong, termasuk wilayah administratif tua di Kota Bandung.
Saya dapat menemukan datanya yang berasal dari paruh kedua abad ke-19. Pada masa tersebut, Dago masih berstatus sebagai desa di lingkungan Distrik Ujungberung Kulon.
Sementara Distrik Ujungberung Kulon mencakup wilayah dari daerah Cicaheum ke arah barat Kota Bandung, hingga berbatasan dengan Cimahi, dan ke sebelah utaranya mencapai Gunung Tangkubanparahu dan Lembang.
Data sejarah Desa Dago yang terbilang paling lama berasal dari keterangan R.A. Kern berupa monografi Distrik Ujungberung Kulon, Kabupaten Bandung tahun 1893 (“Monographie van het District Oedjoengbroeng Koelon Regentschap Bandoeng”, dalam Adatrechbundel VIII [Java en Madoera], 1914).
Menurut hasil penelusuran Kern, sebelum tahun 1870 atau sebelum terjadinya Reorganisasi Priangan atau Reformasi Agraria, Desa Dago berada di bawah perintah Patinggi Cibeunying, yang menjadi kepala Desa Cibeunying serta membawahi Desa Sekeloa dan Desa Dago, yang masing-masing desa tersebut dikepalai oleh seorang lurah.
Selain itu, di tiga desa tersebut ada jurutulis cuke, termasuk jurutulis patinggi di Desa Cibeunying. Patinggi sendiri kini bisa dianggap setara dengan jabatan camat.
Berikutnya data-data lama mengenai Desa Dago saya peroleh dari guntingan koran berbahasa Belanda. Keterangan paling lama mengenai Dago bisa ditemukan dalam berita Java-bode edisi 10 Mei 1881.
Di situ disebutkan bahwa pada hari-hari ini ada seorang tentara bangsa Eropa yang mencemplungkan dirinya ke Dago, empat pal di utara Bandung (“Een Europeesch militair blies zich te Dago, vier paal ten Noorden van Bandong, dezer dagen hat levenslicht uit”).
Bila dicermati kata Dago dalam Java-bode itu merujuk kepada air terjun atau Curug Dago yang sekarang berjarak sekitar 2 km sebelah utara kantor Kelurahan Dago. Artinya, paling tidak sejak 1881, nama Dago selain digunakan sebagai nama desa, juga digunakan sebagai nama air terjun yang ada di wilayah administratif desa tersebut. Sehingga dengan demikian, disebut sebagai Curug Dago.
Penjajaran nama Desa Dago dengan air terjun yang ada di wilayahnya saya temukan dari tulisan “Uitstapjes in de Preanger” (dalam Bataviaasch Nieuwsblad, 27 Agustus 1887). Di situ tertulis, “Van eenigszide anderen aard, doch daarom niet minder interessant, is mijn uitstapjo naar den zoogenaamden ‘kleinen waterval’, door den Tjikopoendoang in de Dessa Dago gevormd” (Tentang keadaan yang berbeda, tetapi tidak kurang menariknya, adalah ekskursi saya ke yang disebut ‘air terjun’ kecil yang terbentuk oleh Sungai Cikapundung, di Desa Dago).
Cakupan wilayah Distrik Ujungberung Kulon, menurut De Preanger-bode (24 Mei 1897), meliputi antara lain Desa Cihideung, Cirateun, Geger Kalong Girang, Cidadap, Buniwangi, Dago, Cisitu, Tjipaganti, Geger Kalong Hilir, Jerokaso, Cibeureum, Citepus, Garunggang, Cicendo, Merdika, Balubur, Sekeloa, Cibeunying, Kosambi, Gumuruh, Cikawao, Andir, Ciborerang, Ciparay, Bojongloa, Cigereleng, Buahbatu, Babakanjati, Sukapura, Citeureup, Cangkuang, Bojongpacing, Cedok, dan Sadang.
Paling tidak, hingga 4 Februari 1907, Desa Dago masih tercatat sebagai bagian Distrik Ujungberung Kulon, sebagaiamana yang terekam dalam Archief voor de suikerindustrie in Nederlandsch-Indie (1907).
Dalam majalah tersebut ada berita tentang pengusaha yang mengajukan permohonan agar diizinkan mengadakan kerja sama dengan penduduk Desa Dago untuk membentuk perkebunan tebu (“4 Februari 1907, het verzoek is gedaan om in de dessa Dago, district Oedjoengbroengkoelon , afdeeling Bandoeng , eene op overeenkomsten met de bevolking werkende suikeronderneming in werking te mogen brengen en dat tot het arbeidsveld”).
Namun, belasan tahun kemudian, dalam De Preanger-bode edisi 4 April 1923 disebutkan letak Huize Dago milik F.W.R. Diemont semula berada di Distrik Ujungberung Kulon (“op Zaterdag 19 Mei 1923 des voormiddags ten half tien ure van een perceel recht van eigendom gelegen te Bandoeng aan den Dagoweg, kadastraalnummer 2205 (voorm. distr. Oedjoengbroeng Koeion)”). Artinya, pada April 1923, Distrik Ujungberung Kulon sudah diubah, disatukan, atau berganti nama, sekaligus menandakan berubahnya induk Desa Dago.
Satu catatan lagi. Nama Dago ternyata tidak hanya dikenal di Bandung, karena di daerah lain juga ada dan digunakan. Misalnya di Kabupaten Bogor ada Desa Dago dan Gunung Dago, yang termasuk Kecamatan Parung Panjang.
Misalnya lagi Teluk Dago di pesisir utara Sangihe dan Kampung Dago di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Zeemansgids voor den Oost-Indischen Archipel Deel IV, 1906).***