NUBANDUNG.ID - Anugerah Cagar Budaya merupakan penghargaan tahunan yang diberikan secara berkala sejak 2017 (kecuali 2020 akibat musibah pandemi Covid-19) oleh Pemerintah Kota Bandung kepada individu atau kelompok yang selama ini telah memberikan sumbangsihnya dalam upaya pelestarian cagar budaya di Kota Bandung.
Namun, kini anugrah tersebut diberikan kepada bangunan yang sarat nilai sejarah dan budaya. Berikut ini 7 bangunan yang menerima anugerah cagar budaya di Kota Bandung.
1. Rumah keluarga Raisis Arifin Panigoro, Jl. Kyai Luhur No. 6 Bandung
Rumah tinggal keluarga Raisis ini terletak di Jalan Kyai Luhur No 6 Bandung. Rumah ini ditetapkan sebagai bagunan cagar budaya Kota Bandung. Alasannya, pemilik rumah memiliki kesadaran yang kuat akan pentingnya sejarah dan pelestarian warisan budaya, serta memiliki komitmen untuk melaksanakannya.
Selain bangunan cagar budaya yang lestari, rumah tinggal ini memiliki keistimewaan pada upaya mempertahankan konsep rumah tanpa pagar dengan lahan hijau yang tetap asri. Sejatinya rumah ini merupakan karakteristik asli kawasan Bandung utara di masa lalu yang menjadi kenangan pemilik.
2. Rumah tinggal Pusparita Tedja, Jl. Saritem No. 85 Bandung
Sama dengan Keluarga Raisis Arifin Panigoro, rumah tinggal yang terletak di Jalan Saritem Nomor 85 Kota Bandung ini juga ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya Kota Bandung.
Pemilik rumah memiliki kesadaran tinggi untuk menjaga nilai sejarah tinggi dalam bangunan tersebut. Kedua lokasi tersebut dianggap masih mempertahankan konsep rumah tanpa pagar dengan lahan atau pekarangan di depan.
Saat merawat rumah, keluarga Pusparita tidak ada tindakan yang spesial. Rumah di rawat dan dibersihkan seperti rumah pada umumnya. Bangunan ini masih tetap kokoh hingga sekarang karena para pekerja menggunakan bahan yang bagus sehingga rumah tersebut tidak ada perubahan, baik tembok, pintu, dan jendela.
Bahkan furnitur seperti kursi, meja, dan lemari pun tidak berubah sejak dahulu. Karena bangunan tua ini masih bagus dan terawat, seringkali di depan rumah, orang-orang berfoto dengan latar rumah Pusparita. Ada juga yang pengambilan video, hingga melakukan prewedding di area depan rumah.
3. Bala Keselamatan, Jl. Jawa No. 20, Bandung
Bala Keselamatan Indonesia adalah salah satu teritori dari organisasi Salvation Army yang berpusat di London. Kini pelayanan mereka mencakup kurang lebih 15 provinsi di seluruh Indonesia.
Gedung Bala Keselamatan (The Salvation Army) di Jalan Jawa Nomor 20 Bandung. Gedung ini nampak terlihat seperti gedung tua tetapi memiliki daya pikat untuk mencuci mata merasakan Bandung masa lampau.
Gedung tua dengan gaya bangunan Art Deco Geometric dirancang bangun arsitek warga Belanda, FW Brikman En Voorhoeve. Gedung ini sudah dibangun sejak tahun 1917. Pembangunan gedung kantor pusat dan panti asuhan menelan biaya sebesar 117.022 gulden. Terakhir pada tahun 2009 ada renovasi kecilan untuk atap tetapi tidak merubah bentuk fisik gedung sama sekali.
4. Mont Clar, Jl. Ir. H. Juanda No. 113 Bandung
Terletak di JI. Ir. H. Juanda, Bandung, showroom Montclar ini merupakan bangunan peninggalan zaman Kolonial Belanda. Bangunan ini dibangun oleh Dennis Bank dan arsitek A.F. Aalbers pada tahun 1936 yang disebut Drie Locomotief.
Bangunan Drie Locomotief sendiri terdiri dari tiga villa elegan yang bentuknya sama dan diletakkan berdampingan, oleh karena itu disebut sebagai bangunan lokomotif karena bentuknya yang mirip dengan gerbong lokomotif kereta api. Saat ini, salah satu bangunan yang rusak diubah menjadi bangunan tempat tinggal, dan satu yang masih dalam arsitektur aslinya sekarang menjadi bangunan showroom Montclar.
5. Keuken van Elsje, Jl. Buton No. 11 Bandung
Kafe ini terletak di Jalan Buton No 11 Bandung. Sejarah dibangunnya rumah ini, hingga saat ini masih dicari kepastiannya. Namun terakhir ditelusuri, rumah ini dibangun pada abad 19.
Sedangkan restorannya berdiri pada 16 Desember 2016, dan pemiliknya adalah Kevin, cucu Oma Elsje, yang merupakan generasi kelima di keluarga. Keuken mempunyai arti yaitu dapur, dan Elsje adalah nama Oma. Jika digabungkan, arti dari nama restoran ini ialah dapurnya Oma Elsje.
Seluruh menu yang ditawarkan disini merupakan resep dari Oma Elsje dan resep keluarga yang sudah diwarisi turun-temurun. Sebelum menjadi restoran, rumah ini sempat tidak dihuni selama beberapa tahun.
Akibatnya, rumah menjadi tidak terurus dan banyak bagian yang rusak. Sangat disayangkan bila rumah keluarga berlahan rusak dan tak terurus, maka akhirnya Kevin ingin merenovasi rumah oma dan dialih fungsikan menjadi sebuah restoran.
Butuh waktu lebih dari setahun untuk perbaikan rumah secara maksimal, karena banyak yang telah bobrok dan rusak. Namun demikian, keluarga meminta kepada arsiteknya agar semaksimal mungkin mempertahankan seluruh bangunan ini dan tak ada perubahan.
6. Klinik Pratama Advent, Jl. Tamansari No. 40 Bandung
Klinik Pratama Advent yang berlokasi di Jalan Tamansari No. 40, Kota Bandung. Pada tahun 1950 gedung yang sekarang digunakan menjadi klinik ini, dahulu merupakan tempat tinggal orang Belanda.
Kemudian dialihfungsikan menjadi fasilitas kesehatan dengan kapasitas 24 tempat tidur. Pada perkembangannya kemudian fasilitas kesehatan tersebut diberi nama Rumah Sakit Advent Bandung.
Rumah sakit tersebut didirikan oleh Donald. N Holm yang merupakan seorang dokter dan missionaris gereja Advent. Rumah Sakit Advent terus berkembang, sehingga pada tahun 1953 pihak rumah sakit membeli tanah baru di sekitaran rumah sakit untuk membangun rumah tinggal para pegawai dan fasilitas kesehatan lainnya.
7. Bumi Sangkuriang dan Hotel Concordia, Jl. Kiputih No. 12 Bandung
Bumi Sangkuriang merupakan peninggalan sejarah di Kota Bandung yang masih terjaga. Gedung ini dibangun oleh NV de Concurrent selesai dan mulai digunakan pada Desember 1957.
Pada 1957, Bumi Sangkuriang digunakan oleh Societeit Concordia, sebuah perkumpulan yang beranggotakan orang-orang Belanda atau pribumi dari kalangan menak.
Perkumpulan yang berdiri sejak 29 Juni 1879 ini dulu bermarkas di Gedung Concordia yang kini dikenal dengan nama Gedung Merdeka. Perkumpulan tersebut pindah karena pemerintah Republik Indonesia memerlukan dan mengambil alih Gedung Concordia untuk dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika.
Sebagai gantinya, Societeit Concordia diberi tanah seluas 25.670 m2 di daerah Ciumbuleuit. Lalu pada 1958, gedung Societeit Concordia berubah nama menjadi Country Club Concordia.
Karena semakin memburuknya hubungan politik pemerintah RI dengan kerajaan Belanda, pada Februari 1958, orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia pulang ke negerinya, termasuk anggota Country Club Concordia. Kepemilikan dan pengelolaan Country Club Concordia kemudian diteruskan oleh anggota-anggotanya yang berkebangsaan Indonesia.
Atas usulan Presiden RI pertama, Soekarno, nama perkumpulan dan Gedung Country Club Concordia pun diubah menjadi Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang.
Namun, BP Bumi Sangkuriang kembali bangkit dan memperbaiki semua fasilitas yang rusak. Hingga kini, bangunan karya arsitek asal Belanda, Gmeilig Meyling masih dapat dilihat dan digunakan semua orang dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Bangunan khas Belanda tersebut masih terawat dengan baik, sebagian besar arsitektur bangunannya masih sama seperti bangunan aslinya, hanya ada penambahan sedikit di beberapa tempat.
Tidak hanya menghadirkan bangunan bergaya klasik, hamparan hijau taman yang luas, fasilitas permainan air, serta berbagai sarana olah raga, Bumi Sangkuriang juga membawa semangat kekeluargaan dan kebersamaan, dalam sejumlah event yang diselenggarakan di dalamnya. ***