Dudi Rustandi, Dosen Telkom University.
NUBANDUNG.ID - Mengenal Penerbit Mizan sudah cukup lama. ‘Perjumpaan’ yang tidak disengaja terjadi tahun 2001. ‘Perjumpaan’ tersebut dibantu oleh Nurcholis Madjid atau Cak Nur (Almarhum) melalui salah satu Magnum Opusnya Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan yang terbit tahun 1987.
Kemudian versi cetakan baru dari buku tersebut terbit lagi tahun 2008 dengan perwajahan yang lebih segar dan tidak kalah seriusnya dengan cetakan lama.
Sejak berkenalan dengan Mizan, tak terhitung jumlahnya berapa puluh buku-buku mizan yang nongkrong pada rak buku kerja. Karena setelah perkenalan melalui Cak Nur tersebut di susul oleh buku lain yang tak kalah seriusnya, Muslim Tanpa Mesjid, karya Kuntowijoyo, Sejarawan serba bisa dalam konteks tulis menulis. Sayang, buku tersebut, pergi tak kembali (dipinjam).
Disusul buku lama yang tidak kalah bergizinya dari Muslim Tanpa Mesjid dengan penulis yang sama Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi.
Di susul juga dengan buku-buku pemikiran Islam dari Ali Syariati, Murtadha Muthari, Jalaluddin Rakhmat, Mulyadhi Kartanagara, Oliver Leaman, Yasraf Amir Piliang, Amin Rais, Taufik Pasiak, dan lainnya yang tidak diingat-ingat lagi karena persoalan ‘rumah ibadah’nya sudah berbeda. Jika dulu seringkali ‘beribadah’ bersama buku-buku yang serius berbau Islam dan Filsafat yang abstrak.
Kini setelah bekerja, walaupun sekali-kali butuh ‘beribadah’ dengan serius, tapi lebih banyak bersentuhan dengan dunia praktis. Beberapa novel juga (pernah) bersarang di rak, seperti Dunia Sophie dan Perang Bubat.
Setelah ‘kenal’ sekian lama dengan penerbit Mizan, tapi baru pada tanggal 6 Pebruari 2015, betul-betul bisa bersua secara langsung, mengenal lebih jauh siapa dan bagaimana penerbit mizan saat event Gathering Pegiat Sosial Media Mizan.
Dipandu oleh Nona Manis, Nira Cahaya, dan juga Akang M. Arief Luthfi. Peserta Gathering bisa berkenalan langsung dengan penerbit mizan, bahkan mengunjungi percetakannya langsung yang berada di komplek Penerbit Mizan.
Dari yang Serius sampe yang ‘Ngawur’
Penerbit Mizan memiliki banyak lini produksi (Imprint) sebagai identitas merknya untuk setiap karakter buku. Untuk buku-buku yang serius dan wacana mizan punya imprint Mizan (Kronik) ada juga Mizan Pustaka, untuk buku Dunia Anak Remaja ada imprint Dar! Mizan, khusus dunia perempuan Qonita menjadi penjaga gawangnya, untuk lini budaya dan novel ada Bentang Pustaka, untuk buku-buku How To ada Kaifa juga KLC, ada juga Nourabook, dan yang baru saya kenal adalah Mizan Fantasi khusus buku-buku fiksi. Imprint atau lini tersebut membedakan genre buku yang diterbitkan.
Informasi ini selain karena sedikit tahu dari beberapa kali mengunjungi Gebyar Buku Mizan di kantor Distribusi Mizan. Arief Luthfi selaku Manager PR dan Promosi menambahkan cukup detail lini produk mizan sehingga menambah wawasan buku-buku yang diterbitkan oleh Mizan termasuk buku-buku dari luar yang diterjemahkan oleh Mizan.
Saya juga baru ngeuh, jika Nourabooks merupakan merger dua lini produk Lingkar Pena Publishing dan Penerbit Hikmah.
Dari lini buku tersebut, Penerbit Mizan hampir memiliki semua genre buku dari yang serius sampe yang ngawur. Dari buku-buku filsafat karya Oliver Leaman, Mulayadi Kartanagara, Haidar Bagir atau buku-buku Islam Cak Nur, Jalaluddin Rakhmat, Amien Rais, sampe buku-buku ‘ngawur’ karya Pidi Baiq (bisa dilihat dari salah satu judul bukunya Al Asbun Manfaatulngawur hehehe yang diterbitkan oleh Dar! Mizan) atau buku yang menjadi oleh-oleh dari Penerbit Mizan tempo lalu Attwiter, Google Menjawab Semuanya PidiBaiq Menjawab Semaunya.
Banyaknya lini produksi sebagai identitas dari buku yang diterbitkan Mizan menjadikan Mizan sebagai salah satu penerbit dengan imprint paling banyak selain Penerbit Gramedia, Erlangga, Agromedia, dan penerbit Swadaya. Seperti direview oleh detikata media (www.detikata.com).
Gak Sekedar #MedSos Mizan
Gathering Pegiat Media Sosial Mizan, tidak sekedar mempertemukan antara manajemen dengan pegiat media sosial yang rata-rata blogger, dengan praktisi media sosial Nukman Luthfie. Lalu para blogger mendapatkan ilmunya, ini sih lagu lama.
Jika pun Nukman mengatakan jika salah satu tujuan bermedsos ria itu adalah untuk Branding, mungkin sebagian orang sudah pada tahu dan melakukan itu. Apalagi sekelas mizan, salah satu penerbit terbesar dengan Imprint yang banyak (bahkan saya selalu menyamakan dengan Gramedia penerbit dari Jakarta yang telah lebih dulu lahir).
Tentu saja sudah jauh-jauh hari dengan berbagai programnya Penerbit Mizan sudah melakukan Branding. Coba cek akun Fanpage facebook, twitter, website, belum lagi program-programnya, selain program penerbitan juga program sosial pendidikan sampai publikasi seperti beasiswa pendidikan, anak yatim, production house.
Apa yang dilakukan mizan, bertemu dengan customernya dan para pegiat media sosial tentu bukan hanya sekedar branding, bukan hanya sekedar Gathering #Medsos Mizan, juga apa yang disebut oleh Hermawan sebagai Marketing 3.0, bagaimana konsumen secara emosional dan spiritual terlibat dengan ‘penerbitan’ yang dilakukan oleh Mizan.
Untuk merealisasikan Marketing 3.0 tidak bisa diciptakan dengan komunikasi satu arah, tetapi komunikasi berbagai arah. Salah satunya melibatkan komunitas. Komunitas blogger menjadi bagian dari nilai jajaring dalam marketing 3.0 yang menggunakan teknologi baru di dalam ruangan baru yaitu dunia maya.
Branding di era media sosial tidak hanya cukup narsis melalui status atau gambar, ia lebih dari itu harus mampu merangkul komunitas tersebut; dari, oleh, dan untuk komunitas. Daaan sepertinya ini menjadi bagian dari program Penerbit mizan tersebut, yaitu membangun cinta bersama konsumen dan komunitasnya.
Buku Baru dan Resensi
Saat mengunjungi percetakan Mizan, beberapa buku yang sedang dan sudah saya baca ternyata sedang proses cetak ulang, Self Driving, karya Rhenald Kasali menjadi Best Seller sudah masuk cetak ke 5 pada Januari 2015 (kalo gak salah liat) juga Dunia Sophie Magnum Opusnya Jostein Gaarder dicetak ulang dengan cover dan lay out baru (sebelumnya cover merah putih dengan gambar wayang).
Jadi teringat, Dunia Sophie merah putih saya yang dipinjam teman tapi urung kembali. Mungkin terlalu sayang kalo harus dikembaliin J.
Kedua buku tersebut juga mengingatkan saya pada resensi yang saya posting di blog. Setelah saya cek, beberapa tulisan resensi lama, adalah buku terbitan Mizan. Bahkan beberapa diantaranya dibaca oleh lebih dari 500 orang.