NUBANDUNG.ID – Bandung sebagai metropolitan demikian masyhur dengan julukan kota kuliner. Kota ini bagai surga bagi para penyuka dan pencinta dunia icip-icip di Nusantara.
Kota yang dijuluki Parijs van Java ini menawarkan beragam kuliner lezat dan nikmat, mulai dari minuman hingga makanan yang menggugah selera. Dari segudang kuliner yang ada, Bandung juga menyimpan dapur legendaris dan masih bertahan hingga sekarang secara turun-temurun.
Bahkan, cita rasanya selalu diburu penggemar dan penikmatnya yang datang dari berbagai kalangan lintas zaman. Berikut kami sajikan 9 tempat kuliner legendaris yang ada di kota Bandung.
1. Soto Ojolali
Namanya Soto Ojolali. Namun, jangan salah, soto yang disajikan sebetulnya khas Bandung. Cirinya, berkuah bening dengan potongan daging sapi, ada irisan lobak, kacang kedelai dan daun seledri. Satu lagi, tanpa santan.
Barangkali muncul pertanyaan, Soto Bandung tapi namanya Ojolali! Loh kok bisa? Rupanya, di balik kelezatannya ada sebuah kisah yang mengantarkan kuliner ini melegenda.
Mulanya soto dijual keliling dengan cara dipikul di sekitar pusat Kota Bandung sejak 1940 oleh Mama Karta dan Mama Endi. Waktu itu, soto buatan Mama Karta dan Mama Endi belumlah diberi nama.
Orang-orang dan pelanggan mengenalnya dengan sebutan soto Karta-Endi saja. Mereka berjualan secara bergantian, pagi dan siang hari.
Cita rasa soto Bandung yang tetap terjaga secara turun-temurun, menjadikan Soto Ojolali bertahan di tengah persaingan dunia kuliner yang kian beragam. Para pencinta kuliner bisa menemukan soto ini di bilangan Jalan Cibadak.
2. Kopi Purnama
Jauh sebelum kedai kopi marak seperti sekarang, di Kota Bandung sudah ada tempat ngopi yang masyhur. Namanya, Warung Kopi Purnama. Berlokasi di bilangan Jalan Alkateri, kedai ini sudah buka sejak 1930 dan hingga saat ini masih menjadi tempat favorit ngopi sekaligus sarapan.
Lalu, apa yang menjadi ciri khas kedai ini?
Mulanya bernama Chang Chong Se yang berarti silakan mencoba. Dirintis pengusaha Tionghoa asal Kota Medan Jong A Tong yang merantau ke Kota Bandung. Nama Warung Kopi Purnama mulai dipakai pada 1966 seiring kebijakan pemerintah yang mengharuskan setiap usaha memakai nama Indonesia.
Kini, dikelola generasi ke-4, menu yang menjadi andalan sedari dulu tak berubah. Warung Kopi Purnama tetap menyajikan antara lain kopi susu dan roti selai srikaya yang diolah dari resep sendiri.
Kedua menu ini tak pernah hilang dari daftar menu. Berkesempatan ngopi di sini, akan tampak sejumlah perangkat mebel zaman dulu semisal kursi dan meja.
3. Lotek Kalipah Apo
Ya, mengolah memang lotek tak perlu memanfaatkan teknologi mutakhir. Pengolahannya cuma butuh coét dan mutu (ulekan) yang dari dulu rupa dan fungsinya gitu-gitu aja.
Akan tetapi, tunggu dulu, dengan perabot sesederhana itu, lotek mampu menjadi makanan tradisional yang mengglobal dan melegenda.
Seperti halnya lotek di Jalan Kalipah Apo di Kota Bandung yang mempertahankan seporsi lotek dengan rasa khas sejak tahun 1953. Kedainya sederhana dengan bangunan lawas yang tetap dirawat.
Sebetulnya, isi Lotek Kalipah Apo tak berbeda dengan lotek pada umumnya. Ada bumbu kacang kental yang diaduk dengan sayuran segar semisal kol, kangkung dan toge.
Selain itu, ada potongan lontong dan tambahan kerupuk.
Namun soal rasa, inilah juara bertahannya. Salah satu rahasianya, bumbu yang diracik sedemikian rupa dengan perabot tradisional termasuk cobek raksasa yang bikin lotek ini berbeda. Tekstur bumbu kacangnya sangat halus layaknya saus kental dan kualitas rasa tetap dijaga demi kepuasan pelanggan.
4. Bakso Linggarjati
Mulanya, tahun 1950, warung jadul di bilangan Jalan Balong Gede dekat eks Bioskop Dian ini membuka rumah makan biasa. Namun, tak lama berselang sang pemilik fokus menjual mi bakso dan yamin.
Jika ingin mencicipi sesepuh mi bakso yamin di Kota Bandung, maka Bakso Linggarjati adalah pilihannya.
Tempatnya yang tampak lawas mencerminkan Rumah Makan Bakso Linggarjati adalah “pemain” lama dalam hal kuliner ini. Selama tujuh dekade, cita rasa mi bakso yamin racikannya tak pernah pudar. Tetap menggugah selera dan menggoyang lidah penikmatnya.
Mi bakso yamin di warung ini memang punya standar yang tak pernah berubah. Ciri khasnya, ukuran minya tebal dan lembut, baksonya kenyal padat dengan rasa yang gurih.
Dalam satu porsi yamin yang cenderung kering, juga tetap menyajikan tambahan taburan ayam yang diparut halus serta toping potongan babat empuk yang disajikan pada mangkuk terpisah. Formasi menu yang menggugah selera ini menjadi contoh penjual-penjual bakso setelahnya.
5. Roti Sidodadi
Berawal dengan menjual kue carabikang dari tepung beras, Toko Sidodadi membuka usahanya sejak 1954. Baru di tahun 1960-an, Sidodadi membuat roti yang dibuat secara tradisional dengan tangan.
Bertempat di Jalan Oto Iskandardinata 255, toko yang digunakan masih mempertahankan bangunan lama hingga sekarang.
Diolah tanpa bahan pengawet menjadikan roti legendaris ini hanya bisa bertahan 3 – 4 hari. Bahan-bahan yang digunakan tak jauh berbeda dengan yang lain, yaitu tepung terigu, mentega, gula, telur, susu, dan garam.
Tekstur yang padat bikin penikmatnya merasa cepat kenyang. Ini salah satu yang menjadi pembeda dibanding roti kekinian.
Semua proses pembuatan roti dilakukan sepanjang malam, sedangkan pembentukan dilakukan pagi hari. Meskipun mempertahankan resep adonan dan cara lama, tetapi Roti Sidodadi juga berinovasi dalam urusan rasa.
Saat ini, di luar kue carabikang yang melegenda, sedikitnya ada 30 varian roti dalam ukuran kecil dan besar mulai rasa cokelat, keju, srikaya hingga kornet.
6. Sumber Hidangan
Dapur kuliner legendaris di Kota Bandung berikutnya adalah “Het Snoephuis” atau Rumah Manis. Begitulah nama awal Toko Roti Sumber Hidangan dikenal mulai oleh pribumi hingga bule-bule khususnya Belanda.
Toko roti legendaris yang berada di Jalan Braga 20 ini sudah ada sejak 1929. Sesuai namanya, Sumber Hidangan juga menjual aneka kudapan manis lainnya seperti cake dan kue kering ala Belanda.
Seluruh resep roti dan kue masih dipertahankan hingga saat ini. Jika toko harus berganti nama keindonesiaan, lain halnya dengan nama-nama roti dan kue yang masih menggunakan bahasa Belanda.
Sebut saja antara lain croissant, doublet, ananastaart, ontbijtkoek, kreentenbrood dan saucijsbrood. Makanan tersebut tak pernah hilang dalam daftar menu mereka selama sembilan dekade.
Pembeli yang datang ke tempat ngemil legendaris ini akan disuguhi interior jadul yang masih melekat dengan bangunannya. Nuansa kuno mebel demikian kentara, plus perabot lainnya yang tampak antik, seperti mesin kasir dan timbangan meja.
7. Colenak Murdi Putra
Di luar kisah pernah menjadi penganan yang dihidangkan dalam Konferensi Asia Afrika 1955, Colenak Murdi di Jalan Ahmad Yani 733 memang kuliner yang legendaris.
Jauh sebelum disuguhkan kepada petinggi negara Asia dan Afrika dalam perhelatan akbar itu, colenak buatan Aki Murdi sudah meramaikan ragam kuliner Kota Bandung sejak 1930.
Dicocol enak, begitulah cita rasa penganan berbahan dasar peuyeum (tape) ini sampai menjadi nama colenak. Resep mendiang Aki Murdi yang diwariskan hingga generasi ketiga saat ini, mempertahankan cara mengolah colenak nan lezat.
Tape dibakar dengan menggunakan arang lalu ditaburi cairan gula merah dan parutan kelapa. Satu lagi, kunci rahasia colenak rupanya juga ada pada tape yang menjadi bahan dasar utama.
Oleh karena itu, rasa colenak ini tak pernah berubah sedari dulu. Hidangan sederhana dengan rasa manis yang berkelas ini ada juga yang menyebutnya “peuyeum digulaan”.
8. Kupat Tahu Gempol
Tak jauh dari Gedung Sate, tepatnya di Jalan Gempol Kulon No. 53, ada kedai mungil yang menjajakan kupat tahu dan lontong.
Melihat tampilan kedai sepertinya akan menemukan sesuatu yang biasa saja. Ternyata tidak. Apa yang dijajakan di sana rupanya punya nilai histori yang panjang dalam ragam kuliner di Kota Bandung sejak lama.
Ibu Yayah, sang penjual, telah memulai usaha Kupat Tahu Gempol sejak tahun 1975. Ia meneruskan usaha kakaknya, Ibu Hajar, yang telah berjualan mulai 1965.
Ini adalah warung sederhana tetapi hampir selalu disesaki pembeli dan pelanggannya. Dalam perkembangannya, Yayah dibantu suaminya Achdan dan putrinya Nuraeni.
Tak jauh berbeda dengan lainnya, seporsi kupat tahu di sini berisi tahu, ketupat, bumbu kacang dan toge. Kupat disirami bumbu kacang yang lembut dan legit. Yang menjadi pembeda adalah kerupuk terasi berwarna merah sebagai pelengkap.
Selain rasa yang lezat dan bertahan lebih dari empat dekade, kerupuk merah itu juga menjadi ciri khasnya.
9. Lontong Kari Kebon Karet
Lontong Kari Kebon Karet merupakan gabungan nama kuliner dan tempat yang melegenda. Ya, “brand” tersebut kali pertama dimunculkan sang penjual lontong, mendiang Engkos, sejak 1966.
Usaha yang dibangun di kediamannya di kawasan Jalan Oto Iskandardinata Gg. Kebon Karet ini diteruskan putranya. Saking sohornya, satu gang tersebut sudah ter-branding oleh image lontong kari.
Lontong kari ada di Kebon Karet, di Kebon Karet pasti ada lontong kari. Begitulah kira-kira, seperti tak bisa dipisahkan. Tentu, bukan sekadar karena nama dan usia yang membuat Lontong Kari Kebon Karet dapat bertahan hingga saat ini.
Rupanya, keunikan rasa yang membuat kedai ini selalu hidup sepanjang hari. Keistimewaannya bisa terasa dari urat dan kualitas daging sengkel sapi pilihan yang disajikan.
Selain itu, ada telor ayam, kentang, kacang kedelai hingga emping untuk toping-nya. Soal kuah? Sedikitnya ada 14 macam rempah yang dicampur, semisal cengkeh, kayu manis, hingga pala.