NUBANDUNG.ID-Kini sang intelegensia begawan bangsa yang tetap berjarak dengan kekuasaan telah meninggalkan kita semua, Ahad (18/09/2022) pukul 12.30 waktu Malaysia di RS Selangor. Meninggalkan jejak mahakarya yang dapat kita baca, kaji, melalui buku-buku, jurnal, makalah konferensi nasional, internasional.
Mengutip BandungBergerak.id, dalam konteks membaca jejak pemikiran Azyumardi Azra, dari 44 bukunya terdapat 5 buku yang diterbitkan di Bandung.
- Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, Mizan, terbit tahun 1994, dengan tebal 339 halaman.
Hasil bacaan Nazaruddin, lulusan UIN Yogyakarta menyampaikan karya ini merupakan suatu kontribusi besar pada literatur, tidak hanya bagi Asia Tenggara, tetapi lebih umum lagi untuk pemahaman tentang dunia muslim pada abad ke-17 dan ke-18, seperti yang dikemukakan oleh William R. Roff, profesor sejarah di Columbia University. Riset disertasi ini pada gilirannya menemukan momentum yang sangat tepat untuk melihat dinamika perkembangan Islam di Nusantara dari masa ke masa.
Prof Azra menawarkan suatu pendekatan historis-filosofis dalam memotret Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Transmisi keilmuan terjadi secara masif bermula dari individu-individu militan dalam pengembaraan ilmu pengetahuan. Tak hanya itu, tujuan naik haji juga memainkan peran menentukan dalam perjalanannya. Walhasil, dari hubungan itu pada akhirnya membentuk suatu jaringan yang mengakar erat dalam pembaruan Islam Indonesia [Balé Institute, XVIII – Mei 2020:1-5]
Ini menjadi karya monumental Azyumardi Azra yang banyak dirujuk para peneliti, penulis, dan peminat studi dalam menelusuri akar pembaruan Islam Indonesia. Umat Islam dan bangsa Indonesia kehilangan seorang cendekiawan yang berbobot dan berkontribusi mendorong interdialog antar-peradaban dan antariman dalam dunia yang multikultural [Republika, Ahad , 18 Sep 2022, 22:36 WIB].
- Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta dan Tantangan, terbit tahun 1999, Remaja Rosdakarya, dengan tebal xii, 208 halaman.
Menurut Azyumardi Azra, demokrasi bukan musuh atau teman kental kekuasaan negara. Pasalnya, dengan demokrasi justru menghendaki pemerintah untuk memerintah masyarakat sipil secara tidak berlebihan. Kendati, tatanan yang lebih demokratis tidak bisa dibangun melalui kekuasaan negara.
Maraknya aksi, kerusuhan-kerusuhan sosial pada hakikatnya mencerminkan perilaku aktor-aktornya yang tidak demokratis, tidak peduli hukum (lawlessness), tidak beradab (uncivilized), hingga disebut kaum barbar.
Paling tidak untuk mewujudkan masyarakat madani terdapat kriteria; adanya wilayah publik yang luas (free public sphere) dan bebas sebagai sarana bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat, demokrasi (democracy), toleransi (tolerance), pluralisme (pluralism) dan keadilan sosial (social justice) [halaman 9-11].
- Renaisans Islam di Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, terbit tahun 1999, Remaja Rosdakarya, dengan tebal xxii, 180 halaman.
Selama ini kita mengenal penyebaran dan perkembangan historis Islam di Asia Tenggara berlangsung secara damai. Prof Azra menegaskan justru penyebaran Islam di Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut Fath (Futuh), yakni pembebasan yang dalam praktiknya sering melibatkan kekuatan militer.
Meskipun futuh di kawasan-kawasan disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk Islam. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut sebagai futuh yang disertai kekuatan militer [halaman xvi].
Uniknya, buku ini berhasil memenangkan penghargaan nasional sebagai buku terbaik untuk kategori ilmu-ilmu sosial dan humaniora pada tahun 1999.
- Islam Substantif: Agar Umat tidak Jadi Buih, terbit tahun 2000, Mizan, dengan tebal 464 halaman.
Baginya, pengalaman keislaman yang lebih intens justru didapatkan setelah mempelajari tradisi ulama dan kecenderungan intelektual mereka. "Apabila Islam ingin berperan lebih luas, maka harus mengedepankan pesan-pesan moral, bukan menonjolkan simbol" [halaman 138].
- Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal, terbit tahun 2002, Mizan, dengan tebal 300 halaman.
Dalam catatan Iding Rosyidin di media sosial (akun instagramnya 841 posts, 1,431 followers, 1,174 following) "Kenangan Bersama Almarhum Prof Azra."
Jika dibanding teman-teman lain, Iding Rosyidin mengaku tidak terlalu banyak memiliki pengalaman personal secara langsung dengan almarhum Prof Azyumardi Azra.
Dari pengalaman yang sedikit itu, Iding Rosyidin mendapatkan pembelajaran yang sangat berharga. Ketika ia diminta menerjemahkan makalah-makalah Prof Azra yang dipresentasikan di berbagai konferensi internasional di banyak negara, terutama Amerika Serikat dan Inggris, dari bahasa Inggris ke Indonesia. Saat itu ia masih dosen honorer dan sedang studi Magister Ilmu Politik di UI.
Hasil terjemahan itu dijadikan buku dengan judul, Islam Nusantara Jaringan Global dan Lokal. Diterbitkan oleh Mizan pada 2002. Judul "Islam Nusantara" di situ sebelum ada wacana yang cukup ramai di negeri ini tentang Islam Nusantara.
Iding Rosyidin mengaku ada banyak pelajaran yang didapatkan dari almarhum saat menerjemahkan makalahnya; Pertama, penguasaan ilmu beliau, terutama sejarah Islam yang memang menjadi bidangnya, dan sumber-sumber rujukannya sangat hebat. Ini diketahui ketika Prof Azra mengoreksi terjemahan Iding. Beliau bukan hanya mengedit teks saja, melainkan menambahkan beberapa informasi baru lengkap dengan sumber tulisannya. Padahal saat mengoreksi biasanya beliau sedang berada di luar negeri untuk sebuah acara yang notabene tidak sedang menghadapi tumpukan buku.
Kedua, menurut catatan Iding Rosyidin, Prof Azra bisa menggunakan waktu di sela-sela kesibukannya sebagai Rektor UIN yang luar biasa padat. Hampir setiap hari ada saja tamu yang datang, dan banyak sekali yang berasal dari luar negeri. Bukan hanya kalangan akademik, tetapi juga kalangan politikus seperti perdana menteri, bahkan Presiden Ahmadinejad dari Iran. Hal ini saya tahu karena ketika itu saya diperbantukan di rektorat.
Setiap kali mengoreksi terjemahan Iding Rosyidin, Prof Azra melakukannya di saat bepergian ke luar negeri. Maka, kalau beliau mau ke AS, misalnya, sebelumnya akan telpon Iding, "Ding, tolong cetak satu dua bab yang sudah kamu terjemahkan dan bawa ke sini (rektorat)". Dan, ketika pulang, makalah tersebut sudah banyak catatannya. Ternyata ia melakukannya di sela-sela pekerjaannya, misalnya saat pagi sebelum sarapan di hotel atau bahkan di pesawat. Luar biasa!
Ketiga, ketelitian beliau yang patut dipuji. Ini terlihat di catatan koreksian atas terjemahan saya itu. Kurang satu huruf saja, misalnya, "kepunyanya" langsung diketahuinya. Huruf “n” kurang satu, maka beliau akan mengoreksinya dengan menambahkan satu huruf “n” lagi. Lebih-lebih kalau terjadi kesalahan redaksional penulisan, maka pastilah dengan segera beliau koreksi.
Inilah sedikit catatan kenangan Iding Rosyidin bersama beliau. Meski tidak banyak, tapi baginya sangat bermakna. Semoga amal almarhum diterima Allah Swt dan semua dosanya diampuni, dan ditempatkan di surga-Nya, serta seluruh keluarganya diberikan kesabaran dan keikhlasan, amin ya rabbal alamin.
Nah, itu 5 buku keren Azyumardi Azra yang diterbitkan di Kota Bandung. Ayo membaca karena dengan membaca wawasanmu akan semakin bertambah.