NUBANDUNG.ID — Dekan Perikanan dan Kelautan Universitas Padjajaran (UNPAD), Yudi Nurul Ihsan, meyakini bahwa beberapa ayat di dalam surah Ar Rahman sejatinya merujuk kepada Indonesia.
Dalam Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah bertajuk “Menjaga Kedaulatan NKRI”, Yudi mengawali dengan penjelasan ayat ke-17 yang artinya, “Tuhan (yang memelihara) dua timur dan Tuhan (yang memelihara) dua barat.”
Merujuk kepada penjelasan tafsir, dua timur diartikan sebagai dua kali matahari terbit dan dua barat diartikan sebagai dua kali matahari terbenam.
Dari perspektif ilmu bumi, makna ayat ini kata Yudi adalah daerah yang memiliki dua musim atau daerah tropis yang berada di sepanjang garis ekuator.
Namun, dari seluruh negara di sepanjang garis ekuator, hanya Indonesia yang menjadi titik pertemuan dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Hal inilah yang menambah keyakinan Yudi bahwa Ar Rahman merujuk wilayah Indonesia sebagaimana ayat 19-20 surah Ar Rahman yang artinya, “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.”
Menurut ilmu sains, dua samudra itu membawa arus yang bertemu di wilayah Indonesia yang mana dalam pergerakannya, arus itu membawa mineral, ikan-ikan, dan kekayaan alam.
Konsekuensi keadaan ini, sesuai dengan ayat selanjutnya (ayat ke-22) yang artinya, “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.”
Indonesia, nyatanya juga memiliki Selat Malaka yang menjadi selat terpadat di dunia. Kapal angkut dan kontainer yang menjulang tinggi karena banyaknya muatan senantiasa berlalu-lalang di selat ini.
Menurut Yudi, keadaan ini seperti dalam surah Ar Rahman ayat ke-24 yang artinya, “Dan kepunyaan-Nya-lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.”
“Maka negara ini akan sangat kaya dengan sumber daya mineral, sumber daya ikannya, kandungan mineralnya, dan tidak ada satu pun negara yang memiliki potensi besar seperti sumber daya alam negara yang kita miliki,” tutur Yudi seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Sabtu (23/04/2022).
Oleh karena itu, dia pun menjelaskan bahwa tidaklah heran jika di antara berbagai petunjuk itu diberikan ayat pemisah terkait pertanyaan yang menggugah manusia untuk selalu bersyukur, Fa bi`ayyi ālā`i rabbikumā tukażżibān, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
“Maka ketika Allah menggambarkan Fa bi`ayyi ālā`i rabbikumā tukażżibān, akan miris pada kita karena firman Allah di ayat lain (surah Ibrahim ayat ke-7), la`in syakartum la`azidannakum wa la`in kafartum inna ‘azabi lasyadīd yang artinya ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’”
“Jadi, ketika kita mempunyai rasa syukur, kita akan memelihara amanah yang Tuhan berikan berupa kekaaan alam yang luar biasa ini. Dengan kekayaan yang tidak ada tandingnya, janji Allah la`in syakartum la`azidannakum, maka Allah akan berikan kenikmatan yang lebih pada kita sehingga kita tidak akan mendengar lagi ada anak bangsa kita yang susah sekolah, susah untuk mencari kerja, dan lain-lain,” jelas Yudi.
“Namun, kalau kita tidak bisa memelihara amanah ini, maka inna ‘azabi lasyadīd (maka siksa Tuhan akan sangat keras) Jangan-jangan, saya khawatir kita selama ini menjadi bangsa yang kurang bersyukur karena banyak sekali problem kemiskinan dan problem yang lainnya,” tutup Yudi.