NUBANDUNG - Menikmati wisata alam sambil belajar dan mengenal sejarah adalah salah satu sarana yang disediakan oleh Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Di taman hutan raya ini terdapat dua buah situs bersejarah yaitu Goa Belanda dan Goa Jepang.
Dapat kita lihat dari nama kedua Goa tersebut, tentu saja kedua Goa ini dimanfaatkan pada saat Indonesia masih berada dalam jajahan Belanda dan Jepang. Goa Belanda, berjarak kurang lebih 1 kilometer dari pintu gerbang Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda melalui gerbang Dago Pakar. Goa Belanda ini didirikan pada tahun 1912 oleh kolonial Belanda.
Awal mulanya Goa ini merupakan sebuah terowongan yang digunakan untuk menyadap aliran air sungai Cikapundung yang digunakan oleh PLTA Bengkok. Terowongan yang kini diebut Goa Belanda ini sendiri berdiri sepanjang 144 meter, dengan lebar 1,8 meter.
Dan untuk memperkuat kegiatan militer Belanda pada zamannya, dibangunlah jaringan goa sebanyak 15 lorong dan dua pintu masuk setinggi 3,2 meter. Luas pelataran yang digunakan untuk membangun Goa Belanda ini seluas 0,6 Ha dan luas seluruh Goa beserta lorongnya sekitar 548 meter.
Pada masa Perang Dunia ke II, Belanda memanfaatkan Goa Belanda ini sebagai station radio telekomunikasi Belanda. Sedangkan pada masa kemerdekaan, Goa Belanda ini dimanfaatkan oleh para pejuang Indonesia sebagai gudang mesiu.
Setelah terlepas dari penjajahan kolonial Belanda, di lokasi yang sama didirikan sebuah Goa oleh militer Jepang pada tahun 1942. Jarak Goa yang disebut Goa Jepang ini kurang lebih 600 meter dari pintu gerbang Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda melalui gerbang Dago Pakar.
Goa ini didirikan oleh militer Jepang untuk dijadikan barak militer dan perlindungan. Jika pada Goa Belanda ditemukan sebanyak 15 lorong, di Goa Jepang anda akan menemukan 18 bunker yang masih dalam keadaan sama seperti aslinya.
Bunker – bunker ini pun memiliki fungsi yang berbeda – beda, misalnya sebagai tempat pengintaian, tempat penembakan, ruang pertemuan, gudang dan dapur. Bunker – bunker ini dibangun dengan jarak berdekatan, sekitar 30 meter. Konon, untuk membangun Goa Jepang ini, militer Jepang memanfaatkan masyarakat Indonesia secara paksa atau kita kenal dengan Romusha.
Kondisi kedua Goa ini terlihat sangat berbeda. Jika Goa Belanda terlihat sudah kokoh dengan dinding yang disemen, Goa Jepang justru sebaliknya. Goa Jepang nampak dibiarkan seperti aslinya dan tidak mengalami renovasi, sedangkan Goa Belanda sudah dilakukan beberapa kali renovasi.
Anda juga dapat melihat jika Goa Jepang belum selesai pembangunannya, karena ada beberapa bunker yang terlihat buntu. Dan pada Goa Belanda, akan menemukan instalasi listrik yang sudah ada sejak zaman dahulu, tepatnya ada di atap goa. Sedangkan pada Goa Jepang, tidak ditemukan instalasi listrik sama sekali.
Untuk anda yang ingin berwisata edukasi ke Goa Belanda dan Jepang, anda harus masuk melalui gerbang Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda melalui Dago Pakar. Adapun jika anda ingin masuk ke dalam kedua Goa tersebut, anda dapat meminta jasa guide yang sudah disediakan oleh pihak pengelola.