NUBANDUNG – Sampah kerap kali bikin resah. Malah, sampah yang terlampau melimpah suatu kali bisa menjadi biang masalah. Terlebih, di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) solusi penanggulangan sampah terkadang susah terpecah.
Pernahkah Anda menghitung berapa banyak sampah kertas yang kita hasilkan setiap hari? Sebut saja antara lain dari setruk belanja, setruk ATM, koran, karcis parkir hingga bungkus belanjaan?
Sampah berujung di TPA. Sampah menumpuk! Namun, di antara sampah yang menggunung tersebut, tersimpan “permata” yang bisa diolah kembali dan menghasilkan nilai tambah. Salah satunya adalah sampah kertas.
Potensi tersebut digali Dianto Nugraha. Ia mendaur ulang sampah kertas menjadi beragam produk berkelas sejak 1999.
Awalnya, kepedulian akan lingkungan ini muncul oleh karena banyaknya sampah kertas yang menumpuk terutama di sekolah. Ia punya tujuan dasar untuk mengajak, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan melalui daur ulang kertas.
“Sasarannya antara lain mengurangi beban TPA serta pengembangan dan sosialisasi 3R. Insya Allah membuka lapangan pekerjaan baru dan memulihkan ekonomi rakyat melalui ekonomi kreatif,” kata enterpreuneur sekaligus instruktur pelatihan daur ulang kertas ini.
Di workshop-nya di Kota Bogor, 3R yang meliputi Reduce, Reuse dan Recycle disulap menjadi kertas daur ulang dan seabreg aneka kriya kotak.
daur ulang sampah kertas
Hasilnya, “Dianto Art” dimanfaatkan untuk pembungkus kerajinan, sampul, kartu ucapan, kartu undangan hingga kartu nama. Aneka kotak dibuat berupa tempat pensil, kotak hantaran, kotak perhiasan, dan produk kriya lainnya.
Selain punya nilai seni dan lebih berkelas, kelebihan pemanfaatan sampah kertas menjadi unik dengan tekstur, warna, dan ukuran yang bisa dibuat sendiri. Apalagi, nilai tambah yang muncul setelah menjadi produk jadi adalah kepuasan dalam berkreasi dan inovasi.
Memang, jika tak diolah sampah bisa bikin ulah. Terlebih, jika kesadaran dan pengawasan masih lemah. Sampah juga bisa mewabah. Apalagi jika masyarakat susah berubah dalam menyikapi masalah sampah.