Saat jiwa kita sedang dipenuhi cinta, timbullah kasih dan sayang dalam dada. Cinta pun mengundang berdatangannya rasa rindu. Cinta pula yang melahirkan rasa kangen luar biasa saat kita berjauhan dengan orang yang dicintai.
Namun, di saat kita berdekatan dengan orang yang dicintai, lahirlah rasa nyaman dalam jiwa, lengket serupa prangko, dan tak mau terpisahkan walau sesaat. Dunia pun seolah milik kita sendiri, sementara orang lain seperti pengontrak saja.
Begitu pun dengan kita yang sedang jatuh cinta pada Al-Quran. Setiap hari kita tak akan pernah merasa bosan membuka, membaca, dan memahami maknanya. Setiap kita berdekatan dengan mushaf Al-Quran, berdatanganlah rasa tenang, nyaman, dan tenteram. Di saat kesedihan menimpa kita, ayat-ayat Al-Quran menjadi pelipur lara, obat hati, dan petunjuk jalan hingga kita terbebas dari rasa sedih berlarut.
Kalau rasa sudah merangkak mencintai Al-Quran, wajah kita akan ceria serupa sinar mentari; kalau cinta kita terhadap Al-Quran sudah mengental, tak akan ada kenikmatan yang luar biasa selain berdekatan dengannya. Saat kita berpisah dengannya, rasa rindu pada Al-Quran akan semakin menggebu, rasa kangen terhadapnya luar biasa besar, dan rasa cinta akan semakin mengental dalam jiwa.
Kenapa rasa kita bisa seperti itu?
Sebabnya hanya satu: KITA SEDANG JATUH CINTA PADA Al-QURAN.
Di dalam sejarah perkembangan Islam, banyak diriwayatkan bahwa para ulama dan orang-orang saleh tak bisa dipisahkan dengan Al-Quran dalam hidupnya. Sejarah mencatat, orang-orang saleh terdahulu, mereka habiskan waktu malamnya bersama Al-Quran, mereka isi hari-harinya dengan Al-Quran, dan mereka merasakan nikmat yang luar biasa saat berdekatan dengan Al-Quran. Mereka menikmati keintiman berdua-duaan dalam balutan kasih sayang bersama Al-Quran.
Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa ada seorang ulama, yang menghabiskan waktu malamnya dengan bermunajat kepada Allah dan membaca Al-Quran. Dalam keintiman yang super indah itu, sang ulama mengulang ayat berikut: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96).
Dia mengulang-ulang satu ayat itu hingga datangnya waktu subuh. Setelah selesai melaksanakan shalat subuh, ulama itu didatangi salah seorang muridnya dan bertanya tentang keintimannya bersama Al-Quran.
Sang ulama itu menjawab, “Tutuplah berita itu, jangan kau ceritakan kepada orang lain.”
“Aku akan menyembunyikannya selama guru masih hidup.” Ujar muridnya.
“Tatkala aku membaca ayat ini, aku merasakan dalam hati ada rasa kasih sayang, setiap kali mengulanginya maka semakin besar rasa itu. Karenanya aku berlama-lama menikmati rasa itu.” Pungkas sang ulama.
Ulama itu merasakan kenikmatan rasa saat membaca Al-Quran, sehingga terus mengulang-ulang ayat tersebut. Inilah orang yang sedang jatuh cinta pada Al-Quran. Ia akan merasakan bahwa setiap ayat yang dibacanya serupa jelmaan kasih sayang Allah pada hamba-Nya.
Ulama yang mencintai Al-Quran tadi, semoga menginspirasi kita untuk terus menghadirkan cinta, mendedahkan kemuliaan, dan mengokohkan sayang pada kitab suci Al-Quran.
Saat kita jatuh cinta pada Al-Quran, maka gerak hidupnya akan selalu dilandaskan pada Al-Quran sehingga saat kesulitan datang, ia akan berusaha mendapatkan kemudahan; saat dia terhimpit kesedihan, akan sesegera mungkin berusaha membuka jalan dalam hatinya untuk sebuah kegembiraan.
Saat kita jatuh cinta pada Al-Quran, setiap perintah dan larangan yang ada di dalam Al-Quran selalu ia laksanakan dan hindari.
Saat kita jatuh cinta pada Al-Quran, tiada perpisahan paling menyakitkan selain meninggalkannya teronggok tak pernah dibaca.
Saat kita jatuh cinta pada Al-Quran, malam mingguan tak pernah diisi dengan berdua-duaan bersama manusia; tetapi diisi dengan membaca Al-Quran.
Tetapi, masih banyak dari kita yang tak jatuh cinta pada Al-Quran; banyak dari kita yang enggan membacanya, tak mau memahaminya, dan tak sudi mengamalkan isi kandungannya.
Mengapa demikian? Apa sebabnya?
Penyebab utamanya adalah tidak adanya rasa cinta pada Al-Quran. Rasa cintanya pada Al-Quran redup seiring waktu, hilang serupa jejak di pegunungan, dan mati sering hidupnya dijejali kesibukan duniawi.