NUBANDUNG – Zainal Musthafa adalah seorang kiai. Ia juga seorang pejuang dari Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Atas jasa-jasanya, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan kepadanya pahlawan nasional pada 1972.
Tahun baru, tepatnya 1 Januari 1899, Zainal Musthafa lahir di Kampung Bageur Desa Cimerah Kewedanaan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Ia lahir dari keluarga petani yang sederhana. Dulu, ia akrab dipanggil Umri atau Hudaimi.
Masa muda
Pendidikan umum yang diperoleh Umri hanyalah setingkat sekolah dasar. Namun, ia tak berhenti menuntut ilmu. Umri melanjutkan belajar ilmu agama di sejumlah pesantren di Jawa Barat selama 17 tahun.
Masa muda Zainal Musthafa dihabiskan untuk mendalami ilmu agama. Selama menuntut ilmu tentu banyak ulama yang ia temui. Oleh karena itu, pemahamannya tentang Agama Islam sangat luas. Pada 1927, ia menunaikan ibadah haji.
Pesantren pusat perjuangan
Sepulang dari Tanah Suci Mekah, ia kembali ke Tasikmalaya. Pada usianya yang ke-26 tahun, Zainal muda mendirikan pesantren. Pondok Pesantren Sukamanah yang didirikannya masih ada sampai saat ini.
Melalui pesantren ia berupaya memajukan pendidikan masyarakat Islam Indonesia. Ia menanamkan semangat kebangsaan kepada para santrinya selain pendidikan agama. Para santri juga diwajibkan belajar bahasa Belanda dan Melayu serta bela diri silat.
Namun, Pemerintah Hindia Belanda menjadi curiga terhadap aktivitas di pondok pesanten itu. Bahkan, mereka menuduh Zainal Musthafa sebagai penghasut untuk memberontak terhadap pemerintah. Akhirnya, pemerintah kolonial menangkapnya pada 17 November 1941 dan menjebloskannya ke Penjara Sukamiskin di Bandung. Ia menjadi tahanan politik.
Setelah dibebaskan pada Januari 1942, Zainal Musthafa kembali ditahan hingga awal tahun 1943 ketika Jepang datang.
Perlawanan terhadap Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, Zainal Musthafa menentang praktik seikeirei. Seikerei adalah memberi hormat dengan menundukkan kepala kepada kaisar. Selain itu, ia menolak kewajiban menyerahkan beras ke kantor pengelolaan pangan. Ia sangat menentang kerja paksa romusya.
Zainal Musthafa melakukan rencana pemberontakan pada Desember 1943. Puncaknya pada 25 Februari 1944, sang kiai bersama pasukan melancarkan serangan kepada Jepang. Serangan ini membuat tentara Jepang marah.
Pada suatu sore, tentara Jepang menyerang Pesantren Sukamanah. Oleh karena kekurangan jumlah pasukan, pesantren berhasil dilumpuhkan tentara Dai Nippon.
Akhir perjuangan
Setelah serangan itu, Zainal Musthafa dan para santri ditangkap tentara Jepang. Sebagian santri dipenjara, separuh dibebaskan dan dikembalikan ke kampung asal, sementara sang kiai beserta 22 pengikutnya dihukum mati di Jakarta.