ilustrasi stress |
NUBANDUNG – Pandemi Covid-19 di dunia terutama di Indonesia masih terus saja terjadi. Banyak sekali masyarakat Indonesia terdampak, seperti berkurangnya pendapatan, adaptasi dengan sistem pekerjaan dan pembelajaran jarak jauh yang banyak terkendala, hingga stres akibat perubahan drastis kehidupan.
Dilansir dari tirto.id, sebanyak 64,3 persen dari 1.522 orang responden pada penelitian Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), memiliki masalah psikologis cemas atau depresi setelah melakukan periksa mandiri via daring terkait kesehatan jiwa akibat dampak pandemi Covid-19.
Setiap orang pada masa pandemi harus beradaptasi karena banyaknya perubahan yang terjadi. Tidak jarang juga perubahan itu membuat setiap orang menjadi stres.
Dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung) sekaligus konselor keluarga, Novy Yulianti, M.Psi., Psikolog. |
Dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung) sekaligus konselor keluarga, Novy Yulianti, M.Psi., Psikolog., mengatakan perubahan-perubahan tersebut di antaranya pola interaksi yang berubah drastis, pekerjaan dan aktivitas belajar yang berpindah ke rumah, serta keharusan setiap orang untuk mematuhi protokol kesehatan.
”Perubahan-perubahan tersebut menjadi stressor bagi diri individu sehingga menimbulkan stres,” kata Novy, Rabu 14 Juli 2021.
“Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respons stres, sedangkan stres adalah reaksi seseorang baik secara fisik maupun emosional (mental/psikis) apabila ada perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang menyesuaikan diri,” ucapnya.
Sesuatu yang alami
Ia mengatakan, stres menjadi sesuatu yang alami dan penting dalam kehidupan, asalkan tidak terlalu lama. Setiap orang pernah mengalami stres dengan sebab yang berbeda-beda.
”Stres adalah bagian alami dan penting dari kehidupan, tetapi apabila berat dan berlangsung lama, hal itu dapat merusak kesehatan psikis dan fisik kita,” jelas Novy.
Perempuan yang juga psikolog klinis itu mengatakan, orang yang mudah beradaptasi dengan perubahan akibat pandemi Covid-19, memiliki minat yang luas, serta beberapa alternatif solusi dan ketahanan yang baik saat menghadapi masalah.
”Tapi tentunya orang-orang ini juga pasti merasakan yang namanya jenuh, kesal, cemas, selama pandemi karena hal ini kita alami sudah cukup lama dan itu wajar. Yang enggak wajar adalah jika dalam situasi ini, seseorang jadi cemas berlebihan sehingga efeknya sangat mengganggu aktivitasnya sehari-hari,” lanjut alumnus Universitas Islam Bandung ini.
Menurut Novy, orang yang mengalami stres memiliki gejala yang terbagi menjadi dua, yaitu gejala fisik dan gejala psikis.
”Gejala fisik meliputi tubuh berkeringat berlebihan, jantung berdebar, dan otot yang tegang. Adapun gejala psikis meliputi perasaan yang mudah tersinggung, merasa sedih dan sulit menyatakan alasan, khawatir akan sesuatu yang belum terjadi, serta perubahan pola tidur dan pola makan,” tutur Novy.
Novy menjelaskan, ada beberapa cara untuk meminimalkan stres, khususnya selama pandemi Covid-19. Misalnya membatasi informasi yang diterima terutama informasi yang berasa dari media sosial.
”Apalagi sekarang banyak hoaks bertebaran, tambah bikin bingung, bikin cemas, oleh karena itu batasi penggunaan sumber informasi dari gadget. Atau carilah informasi positif yang kita sukai dan membuat efek bahagia,” terang dosen yang juga penulis buku “Luka Batin Masa Kecil”.
Selain itu, Novy juga menambahkan agar stres itu berkurang, tetaplah terhubung dengan orang-orang sekitar. Tujuannya yakni agar kita merasa nyaman.
”Penting juga untuk mengenali perasaan dan pikiran yang sering muncul, berolahraga, dan menjaga asupan makanan, berdoa dan beribadah,” pungkasnya. (Rep-FK)