NUBANDUNG - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat bersuara terkait program Petani Milenial yang digalang Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Berdasarkan data yang dimiliki dewan, jumlah peserta Petani Milenial dari target 5 ribu baru ada sebanyak 600 orang.
Sebelumnya Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengunggah konten tentang teknologi infus di dalam akun Instagram-nya. Ia menyebut teknologi tersebut berhasil dan bisa panen besar, bahkan sebagian hasilnya bisa diekspor ke Singapura. Ridwan Kamil juga mengklaim Petani Milenial menjadi solusi ketahanan pangan untuk generasi muda Indonesia.
Anggota Komisi II DPRD Jabar Yunandar mengatakan sejauh ini program Petani Milenial masih belum menunjukkan progres yang signifikan sejak diluncurkan pada Maret 2021 lalu. Pasalnya, saat ini program tersebut masih terkendala dari segi anggaran.
"Kemarin kami ketemu di Lembang dengan Petani Milenial, yang waktu kick off ada dua orang, memang betul saat kick off itu ada dua orang Kang Dony dengan satu lagi rekannya, mereka sudah ekspor dan itu jauh sebelum program (Petani Milenial) itu ada, jadi bukan karena program Petani Milenial. Mereka juga bingung kok enggak ada kelanjutan, kemarin kita sarasehan, ya memang belum jalan, anggarannya juga belum ada," ujar Yunandar saat dihubungi detikcom, Rabu (2/6/2021).
Yunandar mengatakan, program tersebut tercetus di tengah masa periode anggaran, sehingga baru bisa dianggarkan dalam APBD Perubahan 2021."Ini dianggarkan di APBD Perubahan 2021 untuk beberapa dinas, tapi skemanya tidak menggunakan APBD, tapi menggunakan pinjaman dari BJB sebagai modal awal dan Agro Jabar sebagai off taker," katanya.
"Skema ini mungkin baru jalan, hanya beberapa saja yang belum sampai, Dislutkan untuk program petani pembudidaya ikan, dia menggunakan fasilitas di Balai. Di Balai dikasih tempat berupa kolam terpal dan kemudian dikasih bibit untuk ikan. Jenisnya nila dan lele, itu ada beberapa. Programnya belum pakai modal dan belum pakai APBD dan baru pakai fasilitas yang ada, itu ada di Purwakarta dan Cianjur," katanya.
Seperti diketahui Petani Milenial ini melibatkan sejumlah dinas, yakni Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan. Dinas tersebut berada di bawah koordinasi Biro Perekonomian Setda Jabar dengan supervisi dari Tim Akselerasi Pembangunan (TAP) gubernur.
"Nah dari target 5.000 petani milenial itu, itu prosesnya seleksi yang mendaftar lebih banyak dari itu, tapi kemudian kami dapat informasi hasil seleksinya hanya 600 orang, tepatnya saya lupa, tapi 600 sekian. Itu pun sampai hari ini belum dimulai karena anggarannya belum ada," ujar Yunandar.
"Kalau mengkampanyekan anak muda untuk bertani ya sedikit kurang baik kalau judulnya 5.000 tapi yang direalisasikan 600 itu evaluasi pertama. Itu data dari Dislutkan Jabar minggu lalu, dia laporan dia totalnya 600 sekian, di kami ada 52 begitu. 600 orang dari lima dinas tadi, yang di Dislutkan ada 50-an. Kami sebelumnya telah melakukan rapat marathon dengan dinas mitra di komisi II," tuturnya.
Terkait anggaran, Yunandar mengatakan ada masukan dari sejumlah dinas terkait kemungkinan adanya refocusing anggaran lagi tahun ini. "Aneh sekali dipotong anggaran dinas yang lain, tapi untuk Petani Milenial ditambah, ini tidak pas lah," katanya.
Sebelum Petani Milenial diluncurkan, kata Yunandar, legislatif membuat Pedoman Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Konsep itu ialah membentuk kaderisasi petani, tapi bukan melakukan perekrutan petani dari luar.
"Bukan merekrut petani entah dari mana atau orang kota. Tetapi anaknya petani, anaknya petani dikasih beasiswa untuk sekolah pertanian, sehingga mereka bisa melanjutkan usaha orang tuanya dengan teknologi yang lebih maju, mereka petani yang bisa meningkatkan kapasitas usaha, meningkatkan nilai tambah," katanya.
Menurutnya, salah satu cara untuk mendorong majunya pertanian di Jabar ialah dengan membuat nilai tambah pada produk tani. Penambahan nilai tambah produk itu dilakukan oleh milenial dengan teknologi dan inovasi.
"Sebenarnya ini orang kota mereka ditugaskan membuat nilai tambah, produk petani itu beras dan mereka harus bisa menambah nilai produk turunan supaya nilai jual lebih tinggi, nanti tidak berhubungan dengan satu petani tapi kelompok tani, mereka jual gabah Rp 4000 maksimal, diubah jadi beras organik atau beras kemasan, kita masak berasnya jadi nasi uduk, nasi kuning itu nilai tambah. yang satu kilo dengan produk itu jadi 100 ribu, itu harusnya tugas anak kota itu, itu kan ekonomi kreatif justru mereka main di hilir, mereka memberikan nilai tambah dan harusnya menjual," katanya.
Pemprov Jabar juga, disebut Yunandar memiliki kewajiban untuk menambah kapasitas petani dan keluarganya, baik dari sisi pendidikan atau permodalan. Khusus untuk permodalan, bisa menggunakan skema koperasi atau mengadaptasi sistem kerja Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir.