Penulis Iwan Yuswandi, Book creator
Seorang musisi dan penyanyi kesohor dalam negeri menuturkan bahwa sejak kecil ia tidak pernah menikmati mata pelajaran apa pun, kecuali menyanyi dan menulis lirik. Perempuan nyentrik asal Bandung itu menuturkan masa-masa sekolahnya yang tak biasa.
Dengan jujur ia mengatakan bahwa semua mata pelajaran tidak pernah dapat nilai yang bagus. Kadang ia suka tiba-tiba terhenyak saat teman bicaranya menegur karena alam pikirannya tidak sedang di situ.
Siapa menyangka, sekarang karya-karyanya bisa dikenal dan dinikmati oleh seluruh penikmat musik Indonesia. Bahkan di puncak kariernya dengan dukungan suaminya yang juga musisi, ia dijuluki spesialis pencipta lagu untuk soundtrack film. Genius!
Lalu dalam bidang visual, saya punya kawan lama yang juga genius. Skill gambarnya di atas rata-rata. Tapi, kerap sekali ia jadi bahan bulian karena pikirannya sering tidak ada pada saat kita asyik mengobrol.
Ketika ditanya pendapat tentang tema yang sedang dibahas, ia cukup menjawab: “Hah! Apaan?" Saya dan kawan-kawan sontak bilang: “Telaaaaaat! Telat itu maksudnya “otak lu lemot”, kira-kira begitu kalau bahasa sekarang.
Dia memang tidak sedang mendengarkan kita. Dia asyik dengan imajinasinya sendiri. Dan hal itu tak masalah, sebab dia sedang mengolah kemampuan berpikirnya.
Sebetulnya, sebagai anak yang lahir dengan dominasi otak kanan, saya juga tidak jauh berbeda. Melamun itu, kadang tiba-tiba mendisrupsi di sela obrolan, walaupun tidak terlalu parah seperti kawan lama yang saya ceritakan tadi.
Bahkan, semua sampul buku tidak ada yang bersih, hampir semua digambarin komik atau apa saja yang melintas di pikiran. Tapi, saat tidak ada media untuk disalurkan sudah pasti jadi lamunan.
Lalu, apa saja profesi si tukang melamun itu? Ada banyak, di antaranya: penyair, penulis lagu, penulis buku fiksi, ilustrator, pelukis, aktor/aktris, sutradara, penari, dll.
Semua jenis pekerjaan yang melibatkan imajinasi butuh melamun, atau kata lainnya memvisualisasikan dalam pikiran kita. Jangan dikira pekerjaan kreatif yang lebih lentur dalam berpikir, bahkan sains pun perlu dukungan imajinasi untuk menjelaskan sesuatu.
Melamun di sini bukan makna yang selalu digambarkan sebagai orang yang panjang angan-angan tanpa mengejarnya, hanya duduk berpangku tangan menunggu ilham. Tapi kita berusaha menangkap dan mewujudkannya.
Bagi saya, yang menarik, ternyata imajinasi paling tinggi itu hanya didapatkan saat anak-anak. Ketika dunia khayal dan nyata bercampur, ketika rasa ingin tahu yang tinggi tentang dunia di sekelilingnya, anak-anak menjadi pemberani untuk mempertanyakan sesuatu.
Jika bisa memelihara sifat anak-anak dalam hal kreativitas, mungkin kita tidak akan kehilangan gagasan!