NUBANDUNG – Kabuyutan Ciburuy. Situs ini bukan sembarang situs. Situs yang merupakan peninggalan jaman Prabu Siliwangi yang kemudian dilanjutkan oleh anaknya yaitu Prabu Kiyan Santang, dulunya merupakan tempat khusus bagi orang-orang berilmu tinggi.
Secara administrasi Situs Kabuyutan Ciburuy terletak Desa Pamalayan, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut. Lokasinya berada di titik koordinat 7° 17′ 18″ S, 107° 49′ 43″ E.
Di daerah Situs Kabuyutan Ciburuy terdapat tiga buah rumah adat yang bernama bumi padaleman (tempat menyimpan benda-benda naskah kuno,daun lontar dan nipah), bumi patamon (tempat penyimpanan benda tajam seperti keris, kujang trisula, dan alat kesenian goong renteng) dan lumbung padi atau “leuit”, (tempat menyimpan bahan makanan terutama padi).
Alat kesenian goong renteng yang ditemukan di daerah ini merupakan cikal bakal dari kesenian degung yang ada sekarang ini.
Luas daerah Kabuyutan Kabuyutan Ciburuy ini sekitar satu hektar. Panorama indah serta suasana damai dengan udara yang sejuk akan dijumpai ketika kita berada di kawasan situs ini.
Setiap hari Rabu dan Minggu ke tiga bulan Muharam sekitar pukul 19.30 WIB, selalu diadakan upacara “seba”, yang merupakan upacara syukuran kepada orang-orang yang berkedudukan tinggi ilmu dan wawasannya dengan disertai penyerahan sesuatu yang baik.
Syukuran upacara tersebut dihajatkan kepada Prabu Siliwangi dan Prabu Kian Santang sebagai tokoh atau pemuka masyarakat pada jaman dulu yang memiliki ilmu, wawasan dan kesaktian yang tinggi.
Masyarakat sekitar secara rutin mengadakan upacara pencucian keris yang dilaksanakan setiap 1 Muharam. Di kawasan situs Ciburuy juga terdapat larangan berupa pantangan di mana setiap hari Jumat dan hari Sabtu tidak boleh seorangpun memasuki kawasan Kabuyutan Ciburuy.
Pada masa pra Islam Sunda dikenal suatu tempat yang dinamakan Kabuyutan (Mandala). Kabuyutan atau Mandala adalah sebuah tempat khusus yang diistimewakan diperuntukan kegiatan keagamaan dan intelektual.
Misalnya seperti di Kawali (Ciamis), tepatnya di kompleks Astana Gede, berkedudukan dan berperan selain sebagai Ibukota Kerajaan Galuh, juga sebagai sebuah kabuyutan. Di situ terdapat beberapa buah prasasti batu yang ditulis dalam aksara dan bahasa Sunda Kuna. Seperti halnya Astana Gede Kawali di Kabupaten Garut ada sebuah tempat yang hingga sekarang masih tetap dipelihara dan dilestarikan keberadaannya karena merupakan situs peninggalan sejarah purbakala. Tempat yang dimaksud adalah Kabuyutan Ciburuy (sangat menarik tempat ini oleh sebagian masyarakat, terutama oleh keluarga kuncen masih disakralkan bahkan setiap tahun diadakan upacara Seba).
Menurut Ayat Rohaedi, Kabuyutan atau bangunan suci di Jawa Barat tidak selalu disamakan dengan bangunan-bangunan atau artefak-artefak, atau struktur candi seperti anggapan umum dewasa ini.
Dalam sumber naskah sejarah periode Kerajaan Sunda ada istilah kabuyutan. Pada dahulu kala kabuyutan ini dipakai sebagai pusat kekuatan raja dan kerajaannya oleh sebab itu kabuyutan ini merupakan tempat pertama yang diserang apabila ada penyerangan anatara kerajaan.
Asal Usul Situs Kabuyutan Ciburuy
Ciburuy adalah nama sebuah kampung di desa Pamalayan Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut. Letaknya di kaki Gunung Cikuray, terlewati oleh tiga wahangan (sungai kecil), yakni sebelah timur wahangan Cisaat, sebelah utara Baranangsiang, dan wahangan Ciburuy di sebelah barat.
Gunung Cikuray dahulunya biasa disebut Srimanganti, yang berkaitan dengan peristiwa ditemukannya naskah lontar Sunda Kuna di sekitar daerah itu oleh Raden Saleh tahun 1856, yang kemudian diserahkan pada Bataviaasche Genootschap (sekarang Museum Nasional Jakarta). Naskah lontar terdapat pada kropak no. 410 dan diberi tulisan : Carita Pakuan naskah Raden Saleh, Pantun Sunda pada daun lontar, penulisannya Kai Raga, cucu pertapa di Gunung Cikuray (CM. Pleyte, TBG. 1914, halaman 371).
Jika dikaitkan dengan letak Kabuyutan Ciburuy yang berada di lereng sebelah barat Gunung Cikuray, ada kesamaan dengan penjelasan di atas sebagai yang disucikan karena tempat kegiatan keagamann di mana pemukanya ialah Kai Raga. Bangunan fisik kabuyutan Ciburuy sama dengan kabuyutan yang lainnya, yakni menghadap ke Gunung Cikuray, salah satu gunung yang tinggi di Kabupaten Garut. Luasnya sekarang tidak kurang dari satu hektar dan ditanami bermacam pepohonan besar dan kecil, hal ini juga yang menonjolkan ciri-ciri dari sebuah kabuyutan.
Sebagai tempat yang memiliki peninggalan arkeologis Kabuyutan Ciburuy memiliki rupa-rupa bangunan seperti Bumi Patamon (tempat menerima tamu), Leuit, Saung Lisung dan Padaleman yang digunakan untuk menyimpan rupa-rupa titinggalan karuhun seperti trisula, mata tombak, genta, naskah, dan sebagainya.
Dahulunya Padaleman digunakan untuk tinggal para wiku atau pandita (agamawan Hindu/ Budha) yang letaknya lebih tinggi daripada bangunan lainnya dan agak tersembunyi karena tertutup rimbunan pohon yang tinggi dan besar. Oleh sebab itu maka Kabuyutan Ciburuy disebut Scriptorium atau temapt kegiata membuat naskah-naskah dan atau tempat menyimpan naskah-naskah dari luar, juga terbukti ditemukan data pendukungh seperti banyaknya naskah lontar dan nipah, pisau, pangot, gunting, dan frame kacamata dari tanduk yang kemungkinan besar di pkai para wiku waktu menulis naskah.
Kabuyutan Ciburuy ini bermula ketika pada zaman dahulu tempat tersebut digunakan oleh Prabu Kiyan Santang sebagai arena pertarungan dengan jawara-jawara di Pulau Jawa. Ini bermula pada saat Prabu Kiyan Santang menemukan sebuah keris dan beliau mendapat amanat untuk menancapkannya pada sebuah batu, sehingga dari batu keluar air. Lalu beliau disuruh mengikatkan keris tersebut pada sorbannya dan dihanyutkan sampai keris itu berhenti. Di tempat keris itu berhentilah Prabu Kiyan Santang akan menemukan lawannya.
Pada suatu hari Prabu Kiyan Santang sedang mengadakan pertarungan di daerah tersebut tetapi tidak ada satu pun lawan yang dapat mengalahkannya, hingga datanglah utusan Sayyidin Ali yaitu K.H mustofa yang berhasil mengalahkannya yang memberi amanat kepada beliau untuk pergi ke tanah suci untuk bertemu Sayyidin Ali dan senjata-senjata Prabu Kiyan Santang ditinggalkan di Ciburuy yang menurut penuturan Juru Kunci senjata tersebut ditinggalkan dalam sebuah gentong.
Di Situs Kabuyutan Ciburuy ini terdapat larangan-larang yaitu setiap hari Selasa dan Jumat ada larangan untuk berkunjung atau mendatangi tempat tersebut. Di Situs Kabuyutan Ciburuy ini juga sering mengadakan upacara-upacara ritual yaitu pada tanggal 1 .Muharam sering mengadakan upacara Seba. Penghitungan hari d daerah ini punberbeda yaitu dimulai dari jam 4 sore bukan dari jam 1 pagi seperti biasanya.
Pemilihan kuncen atau juru kunci itu berdasarkan keturunan tetapi tidak setiap keturunan bisa menjadi juru kunci hanya yang mendapat ilham atau mimpi yang mampu untuk menjadi huru kunci. Juru kunci pada saat ini yaitu Yana Mulayan yang merupakan keturunan ke-149.