Banyak orang menyebut abad 21 ini sebagai abad-nya teknologi. Di abad ini, teknologi telah menjadi penguasa dunia. Jangkauannya telah menyentuh seluruh pelosok planet ini. Penemuan-penemuan spektakuler dalam berbagai bidang seolah tak pernah berhenti.
Hampir setiap saat ada penemuan baru. Semakin hari teknologi manusia di abad ini semakin super canggih saja. Kita tak dapat membayangkan seperti apa canggihnya teknologi manusia dalam puluhan atau ratusan tahun yang akan datang.
Di abad ini, manusia begitu dimanjakan dengan kecanggihan teknologi. Dengan kecanggihan teknologi, kebutuhan material manusia semakin dipermudah. Kecanggihan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi, telah membuat bumi semakin menyempit.
Jarak ribuan kilometer seolah tak ada artinya. Bumi telah menjadi desa global yang masing-masing penghuninya dapat mengetahui dengan mudah segala peristiwa yang terjadi di setiap pelosoknya. Kini, segala macam informasi di segala tempat telah membanjiri setiap daerah.
Arusnya bagaikan air bah, tak dapat dibendung oleh siapapun. Keberadaan internet dengan segala fasilitasnya, semakin memasyarakatnya—bahkan mengidividualisasinya—media-media komunikasi (HP-HP yang multifungsi) membuat semua orang dapat dengan mudah mengakses segala jenis informasi (positif atau negative) kapan saja dan dimana saja, serta dapat dengan mudah pula berinteraksi secara lintas daerah, bangsa, lintas benua, lintas agama, dan lintas budaya dalam waktu yang sangat singkat.
Belum lagi penemuan-penemuan dalam bidang lainnya seperti biologi, kedokteran, elektronik, otomotif, dan lain sebagainya, semakin mempercepat laju kecanggihan teknologi. Dengan semakin banyaknya penemuan baru bermunculan, semakin banyak pula penemuan-penemuan spektakuler yang susul menyusul tiada henti. Ini membuat kehidupan manusia di abad ini semakin dinamis dan cair.
Kecanggihan teknologi telah membawa manusia di abad ini pada tingkat kemajuan material yang luar biasa. Namun begitu, kecanggihan teknologi juga ternyata menimbulkan masalah-masalah negative yang mengancam kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaaan; pemanasan global, pencemaran lingkungan, degradasi moral yang kian membudaya, terorisme, perang bintang, neokolonialisme, dan lain-lain.
Problem-problem ini menjadi masalah dunia yang yang selalu menghantui setiap manusia terutama di negara-negara berkembang.
Dakwah pada hakikatnya ialah mengajak dan menyeru manusia ke jalan yang benar, jalan yang di ridhai Allah, yakni al-Islam. Bagi penganut Islam, dakwah berarti upaya saling mengingatkan akan kebenaran Islam, saling meluruskan, saling memotivasi dalam kebaikan, memperbaharui komitmen terus menerus terhadapa Islam, dan upaya peningkatan kualitas iman dan amal.
Dakwah meliputi segala upaya memperkenalkan atau mensosialisasikan, mempromosikan, dan meng-internalisasi-kan kebenaran, mengajak ke dalam kebenaran, mengembalikan yang menyimpang dari kebenaran, membela kebenaran, memperjuangkan tegaknya kebenaran, merubah lingkungan dan tatanan yang tidak mengindahkan nilai-nilai kebenaran, merealisasikan nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan nyata, mencegah keburukan, kerusakan, dan kemunkaran, memberantas kebatilan, dan meluruskan segala penyimpangan dari nilai-nilai kebenaran tersebut.
Dakwah juga mencakup segala aktivitas; ta’lim (pengajaran), tarbiyah (pendidikan), irsyad (bimbingan, penyuluhan, konseling, konsultasi, dan psikoterapi), tabligh, (publikasi dan penyiaran) tadbir (pengelolaan), tathwir (pengembangan), tamkin (pemberdayaan), tahkim (arbitrasi), ishlah (reformasi, rekonsiliasi), tajdid (restorasi dan pembaharuan), tabanni (pembangunan), dan lain sebagainya.
Alasan mendasar yang melatari kenapa setiap penganut Islam sebagai penganut agama kebenaran mesti berdakwah ialah karena setiap manusia mempunyai dua potensi bawaan yang saling bertentangan, yaitu potensi kebaikan dan potensi keburukan. Dalam pandangan Islam, dua potensi dasar atau potensi bawaan yang saling bertentangan tersebut dikenal dengan Ilham Taqwa (yang pertama) dan Ilham Fujur (yang kedua).
Ilham Taqwa selalu mendorong dan membisiki manusia kedalam kebaikan dan taqwa, sedangkan Ilham Fujur selalu mendorong dan membisiki manusia kedalam keburukan dan dosa. Ilham Taqwa akan dominan dan memimpin jika berada dalam kendali akal dan wahyu, sebaliknya Ilham Fujur-lah yang akan menguasai jika berada dalam kendali syetan. Jika manusia mengikuti Ilham Taqwa, ia akan memperoleh keberuntungan, sedangkan jika manusia menuruti Ilham Fujur-nya, ia akan menderita kerugian.
"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sunggh merugilah orang yang mengotorinya." (QS. Asy-Syams: 8-10).
Disamping itu, manusia juga mempunyai potensi yang lain lagi yaitu hasrat atau nafsu. Secara garis besar, hasrat atau nafsu terdiri dari dua macam yakni hasrat positif (Nafsu Muthma’innah) dan hasrat negatif (Nafsu Ammarah). Nafsu Muthma’innah selalu mengajak kedalam kebaikan, kemuliaan, dan kesucian, sementara Nafsu Ammarah selalu menyuruh pada keburukan, kejahatan, dan kemaksiatan. Al-Qur’an menegaskan: "Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada keburukan." (QS. Yusuf: 54).
Jadi, dakwah harus dilakukan terus menerus, karena kedua potensi bawaan dan kedua nafsu tersebut akan senantiasa saling mengalahkan. Keduanya akan terus bertarung sepanjang manusia masih dalam kandungan badannya. Keduanya tak pernah berhenti membisiki, mendorong, mendesak, mempengaruhi, dan menyuruh manusia ke jalan yang saling bertentangan (jalan kebaikan dan keburukan). Yang mana yang lebih kuat dan dominant, ia-lah yang akan menang dan menguasai manusia.
Dakwah dapat mencapai hasil yang baik jika dakwah sendiri dilakukan dengan sungguh-sungguh, total, sistematis, terpola, terprogram, dan terencana, kontinu, dan terorganisir. Yang menjadi ukuran apakah dakwah itu sukses atau tidaknya ialah sejauh mana dakwah tersebut membekas (ta’tsir) pada mad’u (objek dakwah) dan sejauh mana dakwah tersebut dapat merubah (taghyir) kondisi mad’u sesuai dengan tujuan dakwah.
Jika dakwah tidak meninggalkan bekas atau tidak terlihatnya perubahan pada kondisi mad’u, berarti ada masalah, baik dalam salah satu unsur dakwah ataupun dalam setiap unsur dakwah (da’i, mad’u, metode, materi, dan media).