Lelaki itu lahir dari seorang ibu yang penyabar. Pada usia kandungan, ayahnya meninggal. Ayahnya, mewariskan lima ekor unta dan sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan. Anak itu lahir. Tangisannya seakan memecah jagat raya. Ia tumbuh besar, kemudian pada usia enam tahun, ia menjenguk makam ayahnya. Tak lama, ibunya meninggal dunia. Sediah meliputi dirinya.
Waktu itu ia diasuh oleh kakeknya bernama Abdul Muthalib. Kakeknya pun meninggal dunia. Satu persatu kesayangannya meninggal. Ia pun ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Pada masa itulah, Nabi Muhammad diminta menggembala kambing-kambingnya di sekitar Kota Mekkah. Beliau Nabi Muhammad juga pernah menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam.
Itulah sepenggal kisah perjalanan kecil panutan kita Nabi Muhammad Saw, sejak kecil ia mengalami kesabaran yang luar biasa hingga besar ia yatim piatu. Pada masa-masa itu, Muhammad kecil hidup bersama keluarganya, tanpa kasih sayang ibu beserta ayahnya. Muhammad kecil tak bisa cengengesan lapor kepada orang tuanya. Ia hanya dijaga oleh keluarganya.
Sungguh sebuah kisah yang menyedihkan bagi kita yang beruntung masih punya orang tua kemudian dibesarkan dengan kasih sayang melalui kebutuhan yang berkecukupan, sedangkan Nabi Muhammad adalah seorang penggembala kemudian ia menjadi seorang saudagar.
Rasanya, tak elok membandingkan kesabaran kita dengan kesabaran Nabi Muhammad. Belum lagi, beliau harus mendakwahkan agama Islam kepada masyarakat Makkah waktu itu. Sungguh perjuangan yang luar biasa. Namun, kita pun yakin bahwa Allah selalu mejaganya, Ia selalu menyertai langkah Nabi Muhammad.
Bahkan tak terdengar satu kalimat pun keluhan dari Nabi Muhammad ketika ia seorang yatim dan piatu. Seakan-akan beliau menjalani takdir tanpa keluh kesah. Benar, tak seperti kita yang kerapkali mengutuk atas segela sesuatu yang serba kurang. Namun, Allah selalu beserta langkah Nabi Muhammad. Allah lah yang membimbing Nabi Muhammad.
Satu hal yang mesti kita pelajari dari sejarah hidup Nabi adalah buah kesabaran. Ya, benar, kesabaran itu tidak memiliki batas, sebagaimana ganjaran yang Allah sediakan bagi mereka yang bersabar pun tidak memiliki batas.
Allah berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 10, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."
Orang yang sabar akan mendapatkan balasan pahala atas kesabarannya dan Allah tidak menghisab amalannya. Mereka inilah yang dijanjikan masuk surga tanpa hisab. Selanjutnya, balasan orang yang melakukan kesabaran itu tidak terbatas, lebih banyak dari apa yang diperhitungkan dan lebih besar daripada apa yang ditakar di mizan pahala, inilah pendapat mayoritas ulama.
Demikian besar rahmat dan ganjaran yang Allah berikan bagi orang-orang yang bersabar. Pahala dan keutamaan yang begitu besar diantaranya maiyah (kebersamaan) dari Allah, pahala tanpa batas, serta kedudukan yang mulia, semestinya menjadikan seseorang berkeinginan kuat dan terpacu untuk mewujudkan hakikat kesabaran itu sendiri, yakni kesabaran yang tak berbatas.
Ketika rencana jahat sudah dibuat kemudian dijalankan dan mengenai orang yang ingin dijahati tersebut, itu berarti Allah tidak sedang ingin menjaga dan melindunginya, tapi ingin menolongnya dengan cara menurunkan “tentara-Nya” untuk membantu menghadapi, menghancurkan dan mengalahkan kejahatan itu.
Mirip ketika peristiwa perang Uhud fase kedua, ketika kaum muslimin saling terpisah, berlari dari musuh, saat itu Rasulullah dalam keadaan terkepung bersama Thalhah dan 10 orang Anshor. Hingga sepuluh orang golongan Anshar terbunuh dan Thalhah pingsan karena terlalu banyak darah yang keluar dari luka-lukanya.
Tinggallah Rasul sendiri dalam keadaan terluka dan kaki terperosok, sementara orang kafir yang mengepungnya begitu bernafsu membunuhnya. Tapi kuasa Allah adalah segalanya, pada detik itu pula Allah perintahkan Jibril dan Mikail untuk turun ke bumi menjelma jadi dua orang pasukan yang menghadapi dan membunuh semua orang yang mengepung dan siap membunuh Rasulullah dalam sekejap.
Dengan kisah tersebut, kita meyakini bahwa ketika Allah berucap "jadi" maka "jadilah". Tak ada sesuatu yang berjalan di luar kehendak-Nya. Kita mestinya sangat yakin bahwa Allah tidak akan diam, Dia tahu namun Dia menunggu kita agar meminta kepada-Nya. Mukjizat kepada Nabi Muhammad adalah contoh baik ketika kita mesti sangat percaya bahwa ketika berjalan dalam hidup ini, tidak sendirian. Tidak. Allah bersama kita saat senang dan susah. Kita pun percaya bahwa semua aspek dalam kehidupan ini adalah semata pemberian dari-Nya.
"Dan bersabarlah! Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS Al-Anfal: 46).