Dalam kitab Al-Muwafaqat fi Ushûl al-Syarî’ah, Imam Asy-Syatibi, mengatakan pelaksanaan ibadah dalam Islam bertujuan untuk memelihara agama (hifzhu al-din) yang termasuk dharuriyah (apabila tidak dipelihara akan merusak eksistensi agama). Ibadah bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Inti dari disyariatkannya suatu ibadah adalah agar hidup manusia menjadi maslahat.
Selain mengandung pahala di sisi-Nya, ibadah wudhu juga ialah usaha pemeliharaan kemaslahatan hidup manusia. Inilah yang disebut dengan prinsip-prinsip maqashid al-syariah (tujuan syara). Tujuan syara ini berbicara tentang kelahiran suatu syariat -- dalam hal ini wudhu -- untuk menjamin kemaslahatan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Menurut Moh Ardani (2001:2-4), secara bahasa, ibadah berasal dari bahasa Arab, abada-ya'budu-'abadan yang berarti aktivitas penghambaan. Meskipun kata abadan dapat diartikan dengan menyembah, terjemahan ini dinilai kurang tepat. Sebab, proses menyembah kepada Allah Swt. semestinya tidak dilandasi ketakutan saja melainkan harus atas dasar rasa cinta dan kasih sayang.
Karena dilaksanakan dengan rasa kasih sayanglah sebuah ibadah berefek positif pada pribadi yang sungguh-sungguh mengamalkan.Achmad Mubarok (2002:125) berpandangan bahwa manusia memiliki peluang besar untuk selalu berdekatan dengan Allah Swt. Kedekatan ini tentunya bukan berarti bersifat fisik, melainkan kedekatan secara jiwa dan ruhani (spiritual) juga. Sebab, manusia memiliki sifat ketuhanan (lahut) dan secara fitri memiliki kerinduan yang amat mendalam untuk terus mendekat kepada Allah Swt. (taraqqi) dan Dia pun sangat antusias menyongsong hamba-Nya (tanazul) yang bersungguh-sungguh.
Kalau kita telaah, setiap ibadah dalam Islam memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh, jiwa, dan rohani para pengamalnya. Bukan hanya wudhu. Shalat, misalnya, diyakini dapat menyehatkan tubuh dan jiwa. Ini memang logis terjadi. Lantas, kenapa setiap ibadah dapat menyehatkan dan bermanfaat bagi kehidupan kita?
Sebab, sebagai sang Maha Pencipta, Allah Swt., menurunkan syariat ibadah untuk kemaslahatan umat. Tidak mungkin rasanya kalau Dia memerintahkan manusia melakukan penyembahan dan pengabdian yang sangat merugikan kehdupan hamba-Nya. Pasti terbayang, kalau setiap kita selesai wudhu dan shalat, tubuh dan jiwa menjadi sakit?
Sudah dapat dipastikan kalau tidak akan ada yang rela mengibadahi-Nya. Wong sekarang juga masih banyak umat Islam yang mengabaikan perintah-Nya, meskipun banyak penelitian yang mengungkapkan manfaat dari ibadah yang dilakukan manusia bagi kesehatan tubuh dan jiwanya.
Berkaitan dengan ibadah wudhu, selain berpahala dan menenangkan diri; ia juga mampu menyehatkan tubuh. Ada tema menarik tentang wudhu yang selama ini dikenal sebagai syarat sah shalat, yakni didalamnya ternyata terdapat perintah menjaga kesehatan dan kebersihan.
“An-nadhafatu min al-iman – menjaga kebersihan itu merupakan sebagian dari iman. Begitulah bunyi hadis. Dan, secara definitif kebersihan erat kaitannya dengan penjagaan atau pemeliharaan diri dan lingkungan.
Jadi, wudhu adalah semacam penjagaan dan pemeliharaan tubuh serta jiwa agar tidak terkena penyakit. Dalam bahasa lain, kebersihan dapat melanggengkan kesehatan. Kalau kita dapat mengurai makna wudhu secara mendalam, di sana juga kita akan menemukan pentingnya hidup yang harus dijalani secara teratur.
Perintah melaksanakan wudhu sebelum shalat dilakukan lima kali sehari adalah indikator pentingnya keteraturan hidup tersebut. Dengan keteraturan yang konsisten dilakukan, yakni menjaga kebersihan dan kesehatan, maka seseorang bakal terjaga. Dengan perilaku bersih, kesehatan diri tercapai sehingga ia dapat mengabdi secara optimal kepada Allah Swt.
Di dalam Al-Quran dijelaskan, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang bersih (sehat walafiyat)” (QS. Al-Baqarah [2]:222).