NUBANDUNG – Untuk kamu warga Bandung yang masih berusia muda saat ini pasti akan merasa asing jika mendengar nama Situ Aksan.
Namun, bagi yang berusia muda di era 1950 sampai 1970-an pasti akan langsung teringat tentang masa mudanya karena situ yang terletak di dekat Jalan Pagarsih ini merupakan tempat yang memiliki kenangan manis bagi anak muda kala itu.
Situ Aksan memiliki pulau-pulau kecil di tengah hamparan airnya. Untuk sampai ke daratan tersebut bisa dijangkau dengan cara ”paparahuan” menggunakan perahu dayung. Hal tersebut menjadikannya salah satu tempat wisata menarik dari tahun 1950-1970-an di Kota Bandung.
Situ Aksan diambil dari kata “situ” yang berarti danau dalam Bahasa Sunda, dan ”aksan” merupakan pemilik lahan, yang biasa disebut Haji Aksan. Situ ini banyak yang mengira merupakan bagian dari Danau Bandung Purba, padahal kenyataannya tidak sepenuhnya begitu.
Seperti yang ditulis oleh T. Bachtiar dalam harian ”Pikiran Rakyat” edisi 5 Juli 2010. Pada tulisan yang tertera, Situ Aksan merupakan bekas galian lio batu bata, yang berarti secara tidak langsung danau ini merupakan danau buatan.
Berawal dari tahun 1800-an, seorang petualang Dr. Ir. R. van Hoevel yang mengirim surat kepada Jenderal N.J. Duymaer van Twist di Batavia (sekarang DKI Jakarta) tentang niatnya mendirikan kota besar di dataran tinggi Bandung.
Hingga pada akhirnya pemerintah Hindia Belanda menyetujui usulannya untuk membangun Bandung dan memindahkan ibu kota Priangan dari Dayeuhkolot ke Alun-Alun Bandung. Rentang 1860-1930 terjadi pembenahan dan pembangunan Kota Bandung yang direncanakan menjadi ibu kota Hindia Belanda.
Haji Mas Aksan yang merupakan seorang pengusaha mengetahui rencana pembangunan gedung-gedung di Kota Bandung. Membaca peluang itu dengan baik, ia akhirnya memanfaatkan sawah yang dimilikinya (lokasi Situ Aksan) menjadi lio, tempat dan sumber bahan mentah pembuatan batu merah.
Pengambilan tanah sedalam 1-1,5 meter pada sawah seluas 4 hektare, membentuk lahan yang lebih dalam di lingkungan sekitarnya. Tepat di sebelah barat sawah atau lahan tersebut terdapat Sungai Leuwilimus yang mengalir dari arah utara Bandung.
Karena membutuhkan pasokan air yang banyak, pemerintah mengizinkan aliran sungai tersebut dibelokan sepanjang 600 meter ke bagian lahan yang lebih dalam itu sehingga membentuk kolam yang sangat luas.
Semakin lama kolam besar itu memiliki ekosistem yang beragam dan ditanam berbagai bibit ikan sehingga sempat menyandang nama Balong Aksan. Situ Aksan pun kala itu sebagai salah satu danau penampung air untuk mencegah banjir di Kota Bandung.
Setelah dilakukan beberapa pembenahan dan perluasan, Situ Aksan menjadi objek wisata favorit pada 1950-an hingga akhir 1970-an. Karena ketika memasuki 1980-an terjadi pembangunan di sekitarnya, menyebabkan Situ Aksan menyempit dan lama-lama akhirnya hilang hingga saat ini.
Saking terkenalnya Situ Aksan kala itu, bahkan sempat dibuat lagu oleh seniman terkenal di Bandung Koko Koswara.
Diolah dari Infobdg.com