NUBANDUNG – Bandrek merupakan salah satu minuman khas asal Jawa Barat. Salah satu merek yang cukup dikenal, khususnya di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung, ialah Bandrek Abah. Bandrek ini mudah ditemukan di toko oleh-oleh sepanjang jalur wisata Kabupaten Bandung, bahkan kini juga sudah mulai tersedia lewat online.
Bandrek Abah sudah ada sejak 1982. Minuman ini bisa dihidangkan seperti sirup. Ambil sebanyak 2 hingga 3 sendok makan Bandrek Abah, seduh dengan segelas air panas, dan segelas bandrek hangat pun siap diseruput. Bandrek Abah dijual dalam kemasan botol. Satu botol Bandrek Abah bisa awet selama satu tahun.
Sobana sang pemilik bercerita pembuatan Bandrek Abah terinspirasi dari bapaknya sendiri. Untuk diketahui, Abah dalam Bahasa Sunda memiliki arti bapak. Dulu sang bapak berjualan bandrek keliling dan biasa mangkal di pemandian air panas di Kampung Cimanggu, Desa Patengan, Rancabali, Bandung.
Namun, bandrek yang yang dijual bapaknya tersebut dalam bentuk langsung diseduh, bukan dalam botol seperti yang dijualnya saat ini. Padahal sudah dari dahulu ia mendengar ada bandrek di Kota Bandung yang dijual dalam botol dan cukup laku.
Dari situlah ia punya keinginan untuk membuat bibit atau biang bandrek dalam botol seperti sirup tersebut. Pada 1979 Sobana sempat berbohong ke orang tuanya ingin pergi kerja ke Jakarta. Saat itu ia diberi uang Rp 20 ribu oleh bapaknya.
"Padahal saya tuh bohong ke orang tua, uangnya buat beli gula, bahan baku, pelengkapnya apa aja nanya ke ibu, buat bikin bandrek itu apa aja, saya racik, udah diracik gagal," ujarnya.
Ia pun ketahuan berbohong dan diminta untuk mengganti uang yang sudah diberikan bapaknya tersebut. Sobana harus bekerja mencari dan menjual kayu bakar untuk mengganti uang bapaknya tersebut.
Selanjutnya, dari jualan kayu bakar itu ia menyisihkan uang dan dengan tambahan dari bapaknya ia kembali mencoba meracik bibit bandrek. Ia membeli gula merah 5 kg dan bahan lainnya untuk membuatnya. Bedanya, kali ini ia mendapat dukungan dan bantuan resep dari bapaknya. Nama Bandrek Abah bahkan disebut Sobana berasal dari bapaknya tersebut.
"Kan saya tanya ke abah, orang lain (produknya) pakai nama, harusnya ini bandrek itu apa namanya. Sudah aja kata abah pakai Bandrek Abah aja biar kamu hidup seumur hidup. Bikin pake rugos juga, aturan pakai komposisinya, difotocopy, ditempel di botol," ujarnya.
Meski begitu setelah berhasil membuat bandrek berkemasan botol, Sobana mengalami kesulitan untuk memasarkannya. Pasalnya saat itu banyak toko oleh-oleh yang tak mau menerima Bandrek Abah karena bandrek dalam bentuk botol masih terbilang aneh.
"Waktu pemasaran, namanya orang awam apalagi dulu sampai masukkin ke Ciwidey, pengen nyayap gitu yah, ngga ada yang mau, malah diketawain, apaan ini bandrek, pada ketawa warung-warung itu," ujarnya.
"Terus ada Ibu Yani, dia yang pertama nerima bandrek di Kampung Warung, jualan Kalua Jeruk. Kalua Jeruk laku, Bandrek Abahnya juga cepet laku. Udah gitu dia ditanya-tanya sampai orang yang nolak (dulu) pada daratang, minta gitu (dikirimi Bandrek Abah)" imbuhnya.
Dari situ, Bandrek Abah mulai dikenal, semakin laku, dan semakin tinggi permintaannya dari tahun ke tahun. Dari sisi produksi juga ikut meningkat. Dari yang awalnya hanya membuat Bandrek Abah dengan bahan utama 5 kg gula merah, lalu ditambah menjadi 10 kg, 15 kg, dan kini bahkan bisa 5 ton.
Adapun cara membuat Bandrek Abah ini, kata Sobana, sebenarnya cukup mudah. Gula merah sebagai bahan utama ditambah bahan lain seperti jahe, kayu manis, dan pala, direbus dalam tungku. Setelah matang, bandrek tinggal dimasukkan dalam botol, dikemas, dan siap dipasarkan.
"Sehari (sudah jadi). Digodok setengah jam, dimasukkin bumbu, langsung dikemas. Dulu mah sampai sejam setengah, dulu mah pakai tungku soalnya," ujarnya.
Saat ini pabrik Bandrek Abah miliknya bisa memproduksi 2.000 hingga 3.000 botol per bulan dan dikirim ke toko-toko oleh-oleh yang ada di Bandung. Dulu sebelum pandemi, ia juga pernah mengirim Bandrek Abah ke rumah makan Sunda yang ada di Jakarta hingga Bali.
"Sekarang ya memang ada kendala, ada pengaruh COVID-19, paling sekitar 2.000-3.000 botol per bulan. Kalau dulu lumayan, sampai 5.000 (botol), kadang lebih, kalau diambil rata-rata yah 5.000 mah ada. Harganya Rp 30 ribu dari pabrik, kalau di toko bisa Rp 35 ribu," ujar Sobana.
Sobana merupakan salah satu contoh pengusaha UMKM yang sukses berkat kegigihannya. Kita bisa mencontoh beliau dalam berusaha.
Sumber: Detik.com