Oleh: Drs.H. Idat Mustari, SH, Pemerhati Masalah Sosial dan Agama
NUBANDUNG - Kita tak akan pernah bisa bersimpati pada orang lain, jika kita tak punya empati. Empati adalah menempatkan diri pada situasi orang dan merasakan apa yg dirasakan orang. jika sudah bisa seperti ini baru kita bisa bersimpati yakni melakukan sesuatu untuk membantu orang lain, paling tidak dengan doa pada orang-orang yang sedang ditimpa musibah atau penderitaan.
Empati adalah anugerah yang Allah berikan pada setiap manusia. Kemampuan seperti ini menjadikan manusia lembut dan mencintai orang lain. Begitupun ketika empati ini sudah tidak ada pada diri seseorang maka ia akan tenggelam dengan mencintai dirinya sendiri dan tak peduli orang lain. Asal senang dirinya sendiri, atau egois. Orang-orang seperti ini akan kehilangan sisi rasa kemanusiaan dan tak mampu merasakan penderitaan orang lain.
Orang yang sudah hilang empatinya pada penderitaan manusia. dalam pandangan spiritual adalah mereka yang sedang sakit hatinya (qolbun maridh) bahkan mati (Qolbun Mayyit). “Allah telah menutup hati dan pendengaran mereka, dan pada penglihatan mereka ada penutup; dan bagi mereka azab yang berat.” (QS. Al Baqarah:7).
Mampu berempati pada derita orang lain itulah kemudian seorang muslim diwajibkan puasa selama bulan Ramadhan. Mereka yang berpuasa diajarkan untuk menempatkan dirinya pada situasi orang-orang yang miskin, yang kelaparan, yang kesulitan makan dan minum.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada pengikutnya untuk berempati pada orang lain, seperti tercermin dalam sebuah hadis “Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).
Begitupun kita sangat tidak mungkin bisa bersimpati pada kaum muslimin di Palestina yang saat ini sedang mengalami kekejian yang dilakukan oleh orang-orang Israil. Jika kita tidak pernah menempatkan diri seolah-olah jadi orang tua palestina yang kehilangan anak-anaknya atau jadi anak-anak yang kehilangan kedua orang tuanya.
Berbagai kiriman tentang situasi di sana via gadget yah “hare-hare” saja, selama kita tidak mau menempatkan diri kita pada situasi, kondisi seperti mereka. Bahkan jangan kan bisa berempati pada derita bangsa Palestina, pada penderitan saudara, teman, tetangga pun kita sudah tak berempati lagi. Atau mungkin hati kita sudah lama mati. Allahu’Alam
Mari kita tutup dengan doa untuk masyarakat Palestina :
“Ya Allah turunkanlah hukumanMu atas kaum Yahudi yang telah melakukan kezhaliman dengan membunuh saudara-saudara kami kaum muslimin di Palestina, Ya Allah hukumlah mereka sesungguhnya mereka tak mampu melemahkanMu,”
“Ya Allah cerai beraikan mereka porak porandakan kesatuan mereka dan turunkanlah balasanMu atas mereka, Ya Allah kumpukan dan binasakanlah mereka dan jangalah Kamu sisakan sedikitpun dari mereka,”
“Ya Allah turunkanlah atas mereka dan semua pihak yang membantu mereka balasanMu yang tidak dapat ditolak oleh kaum pembuat kezhaliman”
“Ya Allah selamatkanlah saudara-saudara kami kaum muslimin yang lemah di Palestina, Ya Allah sayangi dan kasihilah mereka dan keluarkanlah mereka dari isolasi dan keadaan sempit yang mereka alami saat ini,”
“Ya Allah terimalah syuhada mereka dan sembuhkanlah yang luka dan sakit dari kalangan mereka,”
“Ya Allah tetaplah bersama mereka dan jauhilah musuh-musuh mereka karena tiada daya dan kekuatan bagi mereka kecuali dariMu”
“Ya Allah turunkanlah pertolonganMu buat kaum mujahidin di Palestina, Ya Allah tolonglah mereka menghadapi kaum Yahudi dan penolong-penolong mereka dari kalangan kuffar dan kaum munafiq,”
“Ya Allah tepatkanlah bidikan mereka, rapatkanlah shaf perjuangan mereka dan satukanlah kalimat mereka di atas kebenaran Ya Hayyu Ya Qayyum."