Adalah salah seorang bangsawan, sahabat Anshar dan pemimpin kaum suku Aus yang memiliki keahlian memanah. Ia bernama Usaid bin Hudhair bin Sammak. Ia lebih dikenal dengan sebutan al-Kamil, atau orang yang sempurna karena memiliki otak yang cemerlang dan keluhuran akhlak. Dirinya memeluk Islam sebelum hijrahnya Nabi Saw ke Madinah.
Suatu hari Mush’ab bin Umair, sahabat Muhajirin sebagai utusan Rasulullah, datang ke Madinah untuk mendakwahkan Islam kepada penduduk Madinah dengan didampingi As’ad bin Zurarah. Dakwahnya dilakukan di kebun Bani ‘Zhafar, dekat telaga Maraq.
Tenyata Mush’ab melakukan sesuatu yang membuat para pemuka Madinah geram. Kemudian Sa’d bin Mua’dz menceritakan kekhawatirannya terhadap kaumnya mengikuti agama yang baru kepada Usaid bin Hudhair. Mereka adalah pimpinan kaum Aus.
Usaid pun datang menghadiri ta’lim Mush’ab dengan tujuan untuk menghalangi dakwah, meski merasa tidak enak dengan As’ad bin Zurarah yang merupakan saudara dekatnya dan salah satu dari enam pemuda Yastrib yang pertama masuk Islam.
Usaid datang dengan membawa tombaknya, “Apa yang membuat kalian kemari? Kalian ingin memperbodoh orang-orang lemah di antara kami? Menjauhlah dari kami jika kalian masih ingin hidup lebih lama lagi!”
Mush’ab berkata dengan lembut, “Maukah engkau duduk dulu untuk mendengarkan? Jika engkau senang dengan sesuatu hal, engkau bisa menerima atau mengabaikannya. Jika tidak menyukainya, engkau bisa menolaknya. Aku akan meninggalkan kalian.”
“Baiklah, kesepakatan yang adil. Aku setuju!” kata Usaid.
Usaid pun menancapkan tombaknya ke tanah dan duduk bersama mereka. Mush’ab mulai menceritakan tentang Islam dan membaca beberapa ayat Al-Quran. Kegembiraan terpancar di wajah Usaid. Ia tampak tertarik. Matanya bercahaya dan perkataannya berubah menjadi lembut.
Usaid berkata, “Alangkah indah dan baiknya ajaran ini, apakah yang harus aku lakukan jika ingin masuk agama ini?”
Mush’ab bin Umair menjawab, “Hendaknya engkau mandi dan bersuci. Bersihkanlah kedua pakaianmu, kemudian bersyahadatlah yang sebenarnya. Lalu berdirilah, lakukanlah shalat dua raka’at.”
Usaid pun segera bergegas ke Telaga Maraq untuk bersuci dan melakukan apa yang Mush’ab perintahkan.
Setelahnya, Usaid berencana mengajak Sa’d bin Mu’adz untuk masuk Islam. Karena Sa’d yang menyebabkannya memperoleh hidayah. Ia tahu betul bagaimana karakter sahabatnya, Sa’d pastilah akan mudah menerima kebenaran Islam. Usaid pun melakukan taktik agar Sa'd mau memeluk Islam.
Ia mengatakan kepada Sa’d bahwa As’ad akan dibunuh oleh Bani Haritsah. Hal itu mengundang kemarahan Sa’d. Sa’d menghawatirkan keselamatan As’ad, anak bibinya, meskipun telah masuk Islam. Ia segera mengambil tombaknya.
Usaid gembira. Ia yakin Sa’d akan berubah pikiran setelah mendengar penjelasan dari Mush’ab tentang Islam, dan dugaannya benar. Sa’d telah memeluk Islam saat itu juga. Seluruh bani Abdul Asyhal telah mengikuti Sa’d masuk Islam.
Keislaman Usaid dibuktikan dengan kecintaannya kepada Rasul dan Al-Quran. Ia membuktikan kecintaannya pada Al-Quran dengan sungguh-sungguh membacanya, ditambah dengan suaranya yang merdu, khusyuk, mempesona, dan menentramkan jiwa yang mendengarnya.
Pada suatu hari, di tengah malam, Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya bersama anaknya, Yahya, yang tidur di sampingnya sedangkan kudanya ditambat tidak jauh dari tempat duduknya. Usaid membaca surah al-Baqarah ayat 1-4.
Saat Usaid membaca Al-Quran, tiba-tiba kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya. Ketika ia diam, kudanya pun diam dan tenang kembali. Lalu ia melanjutkan bacaannya, kuda itu kembali bergejolak. Saat Usaid diam, kudanya kembali diam. Kejadian itu terus terjadi berulang kali, sampai dirinya menyadari bahwa gejolak kudanya bisa membahayakan nyawa anaknya.
Usaid segera menarik anaknya menjauh dan membangunkannya. Kepala Usaid pun menengadah ke langit. Di sana dirinya melihat sekelompok awan yang di dalamnya bagai lampu-lampu yang bercahaya bergerak menjauh ke atas sampai hilang dari pandangan.
Keesokan paginya, Usaid menemui Rasulullah Saw. Dirinya menceritakan peristiwa yang dialami dan dilihatnya semalam. Rasulullah Saw bersabda, “Bacalah, hai Ibnu Hudhair. Bacalah, hai Ibnu Hudhair!”
Usaid menjelaskan bahwa dirinya menghawatirkan keselamatan anaknya dikarenakan perilaku kudanya yang tidak terkendali ketika membaca surah al-Baqarah itu.
Rasulullah tersenyum dan bersabda, “Tahukah kamu, wahai Usaid. Yang tampak seperti awan tersebut adalah malaikat yang mendekat karena ingin mendengarkan suaramu melantunkan Al-Quran. Seandainya engkau teruskan bacaanmu, niscaya manusia akan menyaksikan malaikat tersebut. Pemandangan itu tidak tertutup dari mereka”.
Usaid datang dengan membawa tombaknya, “Apa yang membuat kalian kemari? Kalian ingin memperbodoh orang-orang lemah di antara kami? Menjauhlah dari kami jika kalian masih ingin hidup lebih lama lagi!”
Mush’ab berkata dengan lembut, “Maukah engkau duduk dulu untuk mendengarkan? Jika engkau senang dengan sesuatu hal, engkau bisa menerima atau mengabaikannya. Jika tidak menyukainya, engkau bisa menolaknya. Aku akan meninggalkan kalian.”
“Baiklah, kesepakatan yang adil. Aku setuju!” kata Usaid.
Usaid pun menancapkan tombaknya ke tanah dan duduk bersama mereka. Mush’ab mulai menceritakan tentang Islam dan membaca beberapa ayat Al-Quran. Kegembiraan terpancar di wajah Usaid. Ia tampak tertarik. Matanya bercahaya dan perkataannya berubah menjadi lembut.
Usaid berkata, “Alangkah indah dan baiknya ajaran ini, apakah yang harus aku lakukan jika ingin masuk agama ini?”
Mush’ab bin Umair menjawab, “Hendaknya engkau mandi dan bersuci. Bersihkanlah kedua pakaianmu, kemudian bersyahadatlah yang sebenarnya. Lalu berdirilah, lakukanlah shalat dua raka’at.”
Usaid pun segera bergegas ke Telaga Maraq untuk bersuci dan melakukan apa yang Mush’ab perintahkan.
Setelahnya, Usaid berencana mengajak Sa’d bin Mu’adz untuk masuk Islam. Karena Sa’d yang menyebabkannya memperoleh hidayah. Ia tahu betul bagaimana karakter sahabatnya, Sa’d pastilah akan mudah menerima kebenaran Islam. Usaid pun melakukan taktik agar Sa'd mau memeluk Islam.
Ia mengatakan kepada Sa’d bahwa As’ad akan dibunuh oleh Bani Haritsah. Hal itu mengundang kemarahan Sa’d. Sa’d menghawatirkan keselamatan As’ad, anak bibinya, meskipun telah masuk Islam. Ia segera mengambil tombaknya.
Usaid gembira. Ia yakin Sa’d akan berubah pikiran setelah mendengar penjelasan dari Mush’ab tentang Islam, dan dugaannya benar. Sa’d telah memeluk Islam saat itu juga. Seluruh bani Abdul Asyhal telah mengikuti Sa’d masuk Islam.
Keislaman Usaid dibuktikan dengan kecintaannya kepada Rasul dan Al-Quran. Ia membuktikan kecintaannya pada Al-Quran dengan sungguh-sungguh membacanya, ditambah dengan suaranya yang merdu, khusyuk, mempesona, dan menentramkan jiwa yang mendengarnya.
Pada suatu hari, di tengah malam, Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya bersama anaknya, Yahya, yang tidur di sampingnya sedangkan kudanya ditambat tidak jauh dari tempat duduknya. Usaid membaca surah al-Baqarah ayat 1-4.
Saat Usaid membaca Al-Quran, tiba-tiba kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya. Ketika ia diam, kudanya pun diam dan tenang kembali. Lalu ia melanjutkan bacaannya, kuda itu kembali bergejolak. Saat Usaid diam, kudanya kembali diam. Kejadian itu terus terjadi berulang kali, sampai dirinya menyadari bahwa gejolak kudanya bisa membahayakan nyawa anaknya.
Usaid segera menarik anaknya menjauh dan membangunkannya. Kepala Usaid pun menengadah ke langit. Di sana dirinya melihat sekelompok awan yang di dalamnya bagai lampu-lampu yang bercahaya bergerak menjauh ke atas sampai hilang dari pandangan.
Keesokan paginya, Usaid menemui Rasulullah Saw. Dirinya menceritakan peristiwa yang dialami dan dilihatnya semalam. Rasulullah Saw bersabda, “Bacalah, hai Ibnu Hudhair. Bacalah, hai Ibnu Hudhair!”
Usaid menjelaskan bahwa dirinya menghawatirkan keselamatan anaknya dikarenakan perilaku kudanya yang tidak terkendali ketika membaca surah al-Baqarah itu.
Rasulullah tersenyum dan bersabda, “Tahukah kamu, wahai Usaid. Yang tampak seperti awan tersebut adalah malaikat yang mendekat karena ingin mendengarkan suaramu melantunkan Al-Quran. Seandainya engkau teruskan bacaanmu, niscaya manusia akan menyaksikan malaikat tersebut. Pemandangan itu tidak tertutup dari mereka”.