"Jika kamu memohon sesuatu kepada Tuhan dan Dia mengabulkannya, hendaklah berputus asa meminta kepada sesama manusia, karena dia tidak memiliki harapan kecuali dari sisi Allah" --Imam Ja'far Muhammad Al-Shadiq-
Aktivitas berdoa merupakan gerbang awal untuk saling berterima kasih antara kita dengan Alah SWT. Tidak (hanya) terletak pada adanya keinginan atau harapan yang ingin dikabulkan. Doa adalah satu bentuk komunikasi seorang hamba dengan-Nya, bagaikan seorang kekasih kepada yang dikasihinya.
Doa berasal dari kata da’a, yad’u, atau da’watan, yang berarti seruan, undangan, permohonan, atau panggilan. Maka, ketika berdoa, sebetulnya kita tengah memanggil Tuhan, dan Dia pun akan membalas panggilan itu.
Jalaluddin Rakhmat (2008) membagi doa ke dalam beberapa tingkatan. Pertama, doa yang dilakukan oleh orang-orang awwam yang berusaha mencari perlindungan dari hal-hal yang ditakuti. Kedua, doa orang-orang yang masih merasa takut akan neraka dan mengidamkan keindahan surga. Ketiga, doa dari orang-orang yang tidak mengharapkan pemberian dan ancaman, tapi hanya memedulikan keridhaan dan kemurkaan Allah Swt. Keempat, doa orang-orang yang berisi pengakuan atas kehinadinaan dan kekecilan dirinya. Kelima, adalah doa dari orang-orang yang berisi suara-suara cinta dari kekasih kepada yang dikasihinya.
Berdoa tak pantas memaksakan kehendak ego. Memerintah-Nya segera mengabulkan permintaan adalah cermin bahwa kita dipenuhi konsep berbisnis yang memaksa. Bukan atas dasar rasa cinta kepada Allah. Ketika doa tak dikabulkan, biasanya merasa bahwa Dia tidak memerhatikan kita. Akibatnya, malas untuk mengkomunikasikan kegelisahan batin kepada-Nya. Sebetulnya doa merupakan satu dari tanda bahwa antara hamba dan Tuhan harus terjalin komunikasi yang akrab.
Jalaluddin Rakhmat (2008) membagi doa ke dalam beberapa tingkatan. Pertama, doa yang dilakukan oleh orang-orang awwam yang berusaha mencari perlindungan dari hal-hal yang ditakuti. Kedua, doa orang-orang yang masih merasa takut akan neraka dan mengidamkan keindahan surga. Ketiga, doa dari orang-orang yang tidak mengharapkan pemberian dan ancaman, tapi hanya memedulikan keridhaan dan kemurkaan Allah Swt. Keempat, doa orang-orang yang berisi pengakuan atas kehinadinaan dan kekecilan dirinya. Kelima, adalah doa dari orang-orang yang berisi suara-suara cinta dari kekasih kepada yang dikasihinya.
Berdoa tak pantas memaksakan kehendak ego. Memerintah-Nya segera mengabulkan permintaan adalah cermin bahwa kita dipenuhi konsep berbisnis yang memaksa. Bukan atas dasar rasa cinta kepada Allah. Ketika doa tak dikabulkan, biasanya merasa bahwa Dia tidak memerhatikan kita. Akibatnya, malas untuk mengkomunikasikan kegelisahan batin kepada-Nya. Sebetulnya doa merupakan satu dari tanda bahwa antara hamba dan Tuhan harus terjalin komunikasi yang akrab.
Dengan berdoa, kita seolah sedang bercakap-cakap dengan-Nya dalam sebuah kesempatan yang mulia dan hal ini tentunya akan menciptakan komitmen spiritual antara kita dengan-Nya.
Tidak bisa dimungkiri bahwa seorang manusia yang berposisi sebagai makhluk (hamba) dan Allah SWT sebagai khaliq (pencipta) perlu melakukan dialog yang komunikatif untuk saling mendekatkan diri (Taqarub). Saling menumbuhkan kepercayaan. Tanpa ada komunikasi yang dialogis antara kita dengan Allah, tentunya sekat-sekat tidak dikabulnya doa bakal menebal merintangi setiap permohonan (al-thalab) dan panggilan (al-nida) kepada-Nya.
Dalam sebuah keterangan dijelaskan bahwa barangsiapa yang mendekati Allah sesiku saja, Dia akan mendekatinya sehasta. Dan barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Allah akan menyambutnya sambil berlari. Ini mengindikasikan bahwa Tuhan selalu memberikan pahala kepada umat manusia yang menyembah-Nya, jauh lebih banyak dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan seorang hamba (al-Hadits).
Namun, untuk konteks kekinian seorang manusia acap kali terbuai oleh kesibukan-kesibukan duniawi sehingga melupakan hubungannya dengan Allah. Tentu saja aktivitas seperti itu mengundang bertebalannya hijab antara kita dengan-Nya dan mempersulit kelancaran komunikasi transpersonal. Doa posisinya bagaikan sapu lidi yang bersatu menjadi satu, sehingga bisa membersihkan sampah yang berserakan di lantai rumah.
Tidak bisa dimungkiri bahwa seorang manusia yang berposisi sebagai makhluk (hamba) dan Allah SWT sebagai khaliq (pencipta) perlu melakukan dialog yang komunikatif untuk saling mendekatkan diri (Taqarub). Saling menumbuhkan kepercayaan. Tanpa ada komunikasi yang dialogis antara kita dengan Allah, tentunya sekat-sekat tidak dikabulnya doa bakal menebal merintangi setiap permohonan (al-thalab) dan panggilan (al-nida) kepada-Nya.
Dalam sebuah keterangan dijelaskan bahwa barangsiapa yang mendekati Allah sesiku saja, Dia akan mendekatinya sehasta. Dan barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Allah akan menyambutnya sambil berlari. Ini mengindikasikan bahwa Tuhan selalu memberikan pahala kepada umat manusia yang menyembah-Nya, jauh lebih banyak dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan seorang hamba (al-Hadits).
Namun, untuk konteks kekinian seorang manusia acap kali terbuai oleh kesibukan-kesibukan duniawi sehingga melupakan hubungannya dengan Allah. Tentu saja aktivitas seperti itu mengundang bertebalannya hijab antara kita dengan-Nya dan mempersulit kelancaran komunikasi transpersonal. Doa posisinya bagaikan sapu lidi yang bersatu menjadi satu, sehingga bisa membersihkan sampah yang berserakan di lantai rumah.
Begitu juga dengan tumpukan dosa yang menempel di jiwa kita. Ia (dosa) akan menyingkir dari kedalaman pribadi manusia, tatkala memanjatkan doa. Anda mesti mencamkan dalam diri bahwa salah satu perusak hubungan kita dengan Allah, serta melenyapkan restu (tawfiq)-Nya adalah ketika diri kita dilumuri dosa.
Inti berdoa kepada Allah adalah untuk menghasilkan kekuatan dahsyat sebagai anugerah-Nya yang tak terkira dengan bersandarkan pada ketulusan, keikhlasan, dan kemurnian niat; yang ditujukan hanya untuk memeroleh ridha Allah. Maka, tak salah kiranya jika berdoa itu wajib dilakukan oleh seluruh umat manusia dalam setiap ajaran agama manapun. Apalagi dalam agama Islam.
Inti berdoa kepada Allah adalah untuk menghasilkan kekuatan dahsyat sebagai anugerah-Nya yang tak terkira dengan bersandarkan pada ketulusan, keikhlasan, dan kemurnian niat; yang ditujukan hanya untuk memeroleh ridha Allah. Maka, tak salah kiranya jika berdoa itu wajib dilakukan oleh seluruh umat manusia dalam setiap ajaran agama manapun. Apalagi dalam agama Islam.
Boleh jadi doa merupakan faktor utama yang menentukan arah gerak jasad dalam melakukan upaya kreatif yang menakjubkan.
Rasulullah SAW.bersabda: “inna al-du’a mukhul ibadatun”, artinya: sesungguhnya berdoa merupakan sumsum atau saripati ibadah. Ini berarti, tanpa mengisi hari-hari dengan berdoa, maka segala amal ibadah di dunia akan keropos dan kehilangan substansi. Kita akan menjadi manusia yang tidak tulus, individualis, sombong, ujub, riya, dengki, dan tidak mampu memfungsikan kembali titik Tuhan (God Spot) di dalam akal-logika-pikiran. Hasilnya, gerak hidup kita akan terus berlari menjauh dari nilai-nilai ketuhanan, ilahiyah, dan nilai-nilai kebaikan yang universal.
Arah hidup sang pendoa akan terus berada pada orbit ketuhanan sehingga melahirkan laku lampah dan tutur kata yang mencerminkan kebaikan, kemuliaan, dan ketaatan kepada-Nya. Arah hidup yang tak teratur, chaos, anarkis, kumaha aing, up to me, dan mengagungkan nafsu egosentris tentunya akan menggusur manusia pada lubang keterpurukan laku-lampah kemanusiaan.
Menurut almarhum Ali Syari’ati, ada tiga karakteristik doa dalam Islam. Pertama, ia merupakan percakapan dan dialog dengan Allah. Di dalamnya, sifat-sifat, kedudukan dan Zat Tuhan serta hubungan-Nya dengan makhluk, terutama manusia, sengaja diutarakan. Doa Islam adalah sebuah ucapan atau seruan yang tingkat ketelitian dan kedalamannya layak dijadikan argumen terkuat, terdalam dan terjeli ketika mengejawantahkan Allah dalam kehidupan.
Kedua, iradat atau kehendak Ilahi yang meluap di dalamnya. Iradat ini bukanlah berasal dari hasrat dan kebutuhan material yang kita saksikan dan kenali. Tetapi, ia adalah sesuatu yang berasal dari perangai-perangai yang terpuji dan keutamaan-keutamaan yang mulia. Teks-teks doa Islami adalah karya kesustraan yang paling indah yang pernah ada. Ini merupakan bukti perhatian Islam terhadap estetika dan seni pada umumnya, selama keduanya mampu mendukung penyempurnaan spiritual manusia.
Ketiga, adalah saripati ideologis keberagamaan. Segi lain doa, bukan sekadar sisi “pemenuhan kebutuhan”, tapi berkaitan dengan eksistensi kita sebagai seorang muslim. Ia (doa) adalah satu medium untuk mendekatkan diri dengan Tuhan yang Mahaabadi dan Mahapenyayang. Dengan demikian, posisi doa dalam kehidupan umat Islam harus diletakkan di atas segala-galanya, karena dengan berdoa kita sebetulnya mengakui eksistensi Tuhan.
Komitment yang kuat dan kokoh antara kita dengan-Nya terjalin serasi hingga membentuk modal spiritual yang mampu mencipta keharmonisan. Tidaklah heran jika Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah, maka Allah murka kepadanya" (H.R. Tirmidzi). Jadi, tulus dan ikhlas dalam berdoa atau mengkomunikasikan segala kebutuhan kepada-Nya, supaya tercipta kekuatan dalam diri.
Rasulullah SAW.bersabda: “inna al-du’a mukhul ibadatun”, artinya: sesungguhnya berdoa merupakan sumsum atau saripati ibadah. Ini berarti, tanpa mengisi hari-hari dengan berdoa, maka segala amal ibadah di dunia akan keropos dan kehilangan substansi. Kita akan menjadi manusia yang tidak tulus, individualis, sombong, ujub, riya, dengki, dan tidak mampu memfungsikan kembali titik Tuhan (God Spot) di dalam akal-logika-pikiran. Hasilnya, gerak hidup kita akan terus berlari menjauh dari nilai-nilai ketuhanan, ilahiyah, dan nilai-nilai kebaikan yang universal.
Arah hidup sang pendoa akan terus berada pada orbit ketuhanan sehingga melahirkan laku lampah dan tutur kata yang mencerminkan kebaikan, kemuliaan, dan ketaatan kepada-Nya. Arah hidup yang tak teratur, chaos, anarkis, kumaha aing, up to me, dan mengagungkan nafsu egosentris tentunya akan menggusur manusia pada lubang keterpurukan laku-lampah kemanusiaan.
Menurut almarhum Ali Syari’ati, ada tiga karakteristik doa dalam Islam. Pertama, ia merupakan percakapan dan dialog dengan Allah. Di dalamnya, sifat-sifat, kedudukan dan Zat Tuhan serta hubungan-Nya dengan makhluk, terutama manusia, sengaja diutarakan. Doa Islam adalah sebuah ucapan atau seruan yang tingkat ketelitian dan kedalamannya layak dijadikan argumen terkuat, terdalam dan terjeli ketika mengejawantahkan Allah dalam kehidupan.
Kedua, iradat atau kehendak Ilahi yang meluap di dalamnya. Iradat ini bukanlah berasal dari hasrat dan kebutuhan material yang kita saksikan dan kenali. Tetapi, ia adalah sesuatu yang berasal dari perangai-perangai yang terpuji dan keutamaan-keutamaan yang mulia. Teks-teks doa Islami adalah karya kesustraan yang paling indah yang pernah ada. Ini merupakan bukti perhatian Islam terhadap estetika dan seni pada umumnya, selama keduanya mampu mendukung penyempurnaan spiritual manusia.
Ketiga, adalah saripati ideologis keberagamaan. Segi lain doa, bukan sekadar sisi “pemenuhan kebutuhan”, tapi berkaitan dengan eksistensi kita sebagai seorang muslim. Ia (doa) adalah satu medium untuk mendekatkan diri dengan Tuhan yang Mahaabadi dan Mahapenyayang. Dengan demikian, posisi doa dalam kehidupan umat Islam harus diletakkan di atas segala-galanya, karena dengan berdoa kita sebetulnya mengakui eksistensi Tuhan.
Komitment yang kuat dan kokoh antara kita dengan-Nya terjalin serasi hingga membentuk modal spiritual yang mampu mencipta keharmonisan. Tidaklah heran jika Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah, maka Allah murka kepadanya" (H.R. Tirmidzi). Jadi, tulus dan ikhlas dalam berdoa atau mengkomunikasikan segala kebutuhan kepada-Nya, supaya tercipta kekuatan dalam diri.