NUBANDUNG - Di Indonesia, "Cloud Gaming" memang hal baru, di antara banyaknya kategori industri game di Indonesia. Layanan tersebut masih belum terlihat gaungnya karena berbagai kendala yang ada, termasuk jaringan internet di Indonesia yang belum stabil dan merata.
Cloud Gaming sejatinya sudah muncul di Indonesia sejak 2017, ketika Izzudin Al-Azzam dan beberapa koleganya mendirikan Emago, yang kemudian berganti nama menjadi gameQoo setelah diakuisisi Telkom.
Kemudian, tiga tahun setelahnya, baru terdengar sedikit gaung "cloud gaming" Pasca Google menghadirkan Stadia di 2020.
Walaupun Indonesia tak kebagian jatah untuk menikmati Stadia, gameQoo bisa sedikit berbangga karena menjadi perusahaan "cloud gaming" pertama di Indonesia, mengalahkan perusahaan digital raksasa di dunia, yakni Google.
Izzuddin Al Azzam, CEO gameQoo Indonesia, mengatakan meski baru sedikit booming di 2020; nah di masa pandemi, pertumbuhan "cloud gaming" ini tidak bisa dihubungkan dengan ada tidaknya pandemi ini.
Karena memang teknologi ini baru dirilis oleh perusahaan-perusahaan besar pada saat pandemi itu sendiri terjadi, di 2020.
Jika dibandingkan dengan 2020, tahun-tahun sebelumnya, semua masih beta testing. Baru di 2020 ini mulai muncul macam-macam "cloud gaming" seperti Project xCloud dari Xbox, Stadia dari Google. Sehingga, informasi mengenai "cloud gaming" ini menyebar lebih cepat.
Berharap Internet Stabil
Meski menyebut jika pertumbuhan "cloud gaming" bukan karena dipicu pandemi, tetap saja Azzam mengakui jika di tahun itu, mulai banyak pengguna yang berlangganan hingga sekarang.
Jika pertumbuhan gameQoo di 2019 masih berada di tahap testing dan hanya diuji coba di beberapa area saja, di 2020 peningkatan penggunanya terpantau semakin meningkat. Sayangnya, mereka tidak menyebutkan angka pasti peningkatannya.
Founder dan CEO Skyegrid Cloud Gaming, Rolly Edward, mengatakan industri "game awan" ini memang di ranah global juga belum terlalu meriah. Ada sedikit pertumbuhan positif, walau belum sesuai yang diharapkan.
Yang jelas, kata dia, tahun ini masih sangat menantang, terutama di infrastruktur.
"Jaringan internet belum merata, menyebabkan retention user setiap bulan masih cukup tinggi di 30 sampai 45 persen. Berharap jaringan 5G bisa roll-out tahun ini, tapi tampaknya mundur lagi. Sementara service kami mengandalkan Internet dengan latensi rendah dan stabil. Jadi, fokus kami sekarang ini adalah bertahan. Survive dulu,” ujar Rolly.
Koneksi Jaringan IndiHome
Untuk menghadapi kendala koneksi jaringan, jaringan Indihome diketahui memiliki kecepatan yang lebih baik, karena berbasis fiber optik.
Artinya bermain "cloud game" menggunakan Fiber IndiHome akan jauh lebih smooth karena optimasi yang akan terus dilakukan dengan IndiHome Fiber, ketimbang menunggu 5G yang belum tahu kapan akan diimplementasikan di Indonesia.
"Pada dasarnya, cloud gaming itu sendiri menggantikan konsol dengan koneksi internet jadi selama 2020 hingga 2021 ini, gameQoo masih terus melakukan riset terhadap experience bermain cloud gaming ini. Saat ini juga gameQoo baru tersebar di Pulau Jawa saja, dan rencananya bulan Maret mendatang akan rilis di Pulau Sumatera. Pada semester 2 nanti, gameQoo juga sudah mulai rolling nasional sehingga bisa dinikmati semua pelanggan, khususnya pelanggan IndiHome," katanya.
Diolah dari Sumber: uzone.id