Dan, ketika suatu permasalahan datang dalam hidup kita, ini akan dijadikan sebagai suatu kesempatan untuk memperkuat mental sukses kita.
Karena itu, mumpung kita masih muda, arahkanlah kepribadian kita agar dapat menggali segala kemampuan dalam diri (skill) secara terus-menerus, sehingga kesuksesan akan menanti di masa mendatang.
Sebuah pepatah mengatakan, “Orang yang paling bahagia adalah mereka yang melihat hidup mereka sebagai kontribusi positif dan kreatif bagi umat manusia.”
Sabda Rasulullah Saw., "Sungguh, amat mengagumkan keadaan orang mukmin karena semua urusan baik baginya. Bila ia mendapat nikmat (kebahagiaan), maka dia bersyukur, sehingga ini menjadi kebaikan baginya. Seandainya ditimpa musibah, dia bersabar, hal itu menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim).
Yang jelas, tetaplah berpengharapan positif karena dengannya akan lahir optimisme diri. Orang yang optimis selalu memiliki harapan dalam hidupnya. Dengan harapan ini, ia dapat berpikir dan berbuat yang positif untuk perbaikan kehidupannya di masa mendatang. Bagi orang yang beriman, harapan harus tetap melekat hingga akhir kehidupan dunia yang fana ini.
Allah memberikan harapan kepada siapa pun yang dicipakan-Nya. Bahkan, kehidupan manusia, ialah sebagai tahapan dari aneka rangkaian hidupnya. Dalam kehidupan duniawi, kesuksesan kita ialah ada peningkatan kebaikan di berbagai lini kehidupan. Peningkatan itu baik dalam hal materi maupun nonmateri; kualitas pribadi, kehidupan keluarga, maupun kehidupan sosial.
Menurut Islam, kesuksesan itu bersifat relatif. Kita boleh jadi sukses dalam hal tertentu saja, misalnya, dalam peningkatan karir dan jabata, tapi belum tentu sukses dalam hal lain.
Pertanyaannya, bagaimana dengan kesuksesan menurut Islam?
Bagi seorang mukmin, kesuksesan mengacu pada Al-Quran (juga Sunnah). Rasulullah Saw., bersabda, “Di antara kebahagiaan anak Adam adalah istikharahnya (memohon pilihan dengan meminta petunjuk kepada Allah) kepada Allah, dan diantara kebahagiaan anak Adam adalah kerelaannya kepada ketetapan Allah, sedangkan diantara kesengsaraan anak Adam adalah dia meninggalkan istikharah kepada Allah, dan diantara kesengsaraan anak Adam adalah kemurkaannya terhadap ketetapan Allah.” (HR Ahmad).
Hadits tersebut mengindikasikan bahwa ketika kita memiliki harapan untuk sukses di masa depan, lalu realitas berkehendak lain, namun kita rela dengan ketetapan-Nya; inilah yang disebut sukses. Harapan (hope – ar-raja’) kita dapat dimaknai sebagai keinginan untuk meraih sesuatu.
Seorang pakar menyebutkan, orang yang tingkat harapannya tinggi biasanya memiliki semangat menggebu untuk mewujudkan harapannya itu. Ketika datang bertubi-tubi hambatan, ia dengan mudah akan mengambil jalan lain, tapi tetap menjaga harapannya selalu menghidupi jiwa.