Ilmu dalam perspektif Aristoteles tak mengabdi pada pihak lain. Ilmu digeluti umat manusia demi ilmu itu sendiri. Dikenallah ucapan, “primun vivere, deinde philoshopori” berjuanglah terlebih dahulu, baru boleh berfilsafat. Ilmu hadir untuk kepentingan umat manusia. Sehingga dengan tesis inilah, sebuah ilmu memiliki dasar tujuan. Etika dan moral adalah sebuah nilai. Muncul persoalan problematis, “ketika nilai mengerangkeng ilmu pengetahuan, apakah ilmu akan mengalami perkembangan?”
Pertanyaan tersebut, tentunya memiliki ragam jawaban. Tergantung apa yang dijadikan sebagai landasan berpikir seseorang. Bagi kaum materialistik-rasional-dan empirisme murni, ilmu mesti bebas dari berbagai nilai. Dari moralitas dan etika yang mengerangkeng. Jean Paul Sartre, menyebut nilai sebagai penjara bagi kaum berpikir atau seorang ilmuwan.
Akan tetapi, bagi kalangan agamwan atau kaum spiritualis dan humanis, mereka lebih mengedepankan azas kemanfaatan. Dalam khazanah filsafat dikenal dengan moral atau aliran utilitiarisme (mementingkan banyak orang). Dengan landasan berpikir seperti inilah, peran etika dan moral sangat kental sekali sehingga selalu mempertanyakan hasil produksi ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Secara sosiologis mungkin kita mengenal madzhab fungsionalisme. Mereka mempertanyakan segala produk manusia, “apakah bermanfaat bagi kehidupan manusia ataukah tidak.”
Filosof beragama biasanya, menempatkan kebenaran berpikir manusia berada di bawah kebenaran transenden. Sebagai sebuah produsen moralitas dan etika, tak bisa disangkal bahwa doktrin agama akan mengarahkan seseorang untuk merefleksikan penemuan atau penciptaan sebuah ilmu. Euthanasia, aborsi, kloning dan penerbangan ke bulan atau produksi tenaga nuklir merupakan beberapa contoh hasil perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk menciptakan tatanan manusia yang lebih baik dan beradab, ketidakmanusiaan merupakan pelanggaran terhadap etika seorang ilmuwan. Profesi dokter di Indonesia misalnya, terbatasi oleh etika-aturan yang terakumulasi dalam etika profesi dokter. Tidak dibenarkan, misalnya, seorang dokter yang sedang melakukan penelitian virus HN51 menyebarkannya ke lingkungan masyarakat sekitar untuk mencari obat penawarnya.
Moralitas dalam filsafat ilmu, merupakan wasit yang berfungsi sebagai pembentuk sikap hidup sang ilmuwan. Ini berguna bagi pembangunan hubungan yang harmonis antara dirinya dengan orang lain.